Rabu, 05 Februari 2014

askep dm



Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Diabetes Melitus

A.Konsep Dasar


1.Defenisi

             Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
          Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
         Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. ( Askandar, 2001).

2. Anatomi Fisiologi

           Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
          Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh
baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.

          Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
       menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
       
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 ì, sedangkan yang terbesar 300 ì, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 ì. Jumlah semua pulau langerhans di pancreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.





Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang              menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
       activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat, dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan
B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari
disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin
dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam
membrana sel.Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi.

Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.
          Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

3. Etiologi

  1. Diabetes mellitus

DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas DM.
Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan
    gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel
beta oleh virus.


4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
    terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada
    membran sel yang responsir terhadap insulin.

b. Gangren Kaki Diabetik

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.

Ø  Faktor endogen :
            a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik

Ø  Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat

4. Patofisiologis

a. Diabetes Melitus
·         Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
    satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
                naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
                menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
                endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.

Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.








b. Gangren Kaki Diabetik

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.

1. Teori Sorbitol
     Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
     jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
     berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
     tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah
     menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan
     menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

2. Teori Glikosilasi
    Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
    protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
    pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
    maupun mikro vaskular.
  
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah
titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan
menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah
terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan
pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di
malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (
Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.

5. Klasifikasi

Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I    :  Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II   :  Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III  :  Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV  : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V   : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2 (dua)
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
    Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
    ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah
    betis.
   Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
   Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
   sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem
   kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

6. Dampak Masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan
keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :

a. Pada Individu
    Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini,
    Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan
    untuk mengetahui perubahan tersebut.
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
                Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
                laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
                gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
                dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
                perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
                dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
                Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
                maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
                keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun
                dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
                gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status
                kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
                Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
                menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
                urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
                Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang
                ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
                tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5. Pola aktivitas dan latihan
                Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
                menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
                secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

6. Pola hubungan dan peran
                Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
               malu dan menarik diri dari pergaulan.
7. Pola sensori dan kognitif
                Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa
                pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8. Pola persepsi dan konsep diri
    Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
                penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
                sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
                menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
                keluarga ( self esteem ).
9. Pola seksual dan reproduksi
                Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
                reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas
                maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10. Pola mekanisme stres dan koping
                Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
                tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
                negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
                menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
                konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
                Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
                luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah
                tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

B. Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah
sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga, karena
masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan
mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya
yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan
peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat
menjalankan perannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik
hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon
manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses
keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi
masalah-masalah kesehatan.







Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan           yang  mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :

a. Pengumpulan data
       Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
       menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
       mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh
       melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
       pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnese
 
   a. Identitas penderita
       Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
       alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
       rumah sakit dan diagnosa medis.
   b. Keluhan Utama
       Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
       menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
       nyeri pada luka.
   c. Riwayat kesehatan sekarang
       berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
       upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
   d. Riwayat kesehatan dahulu
       Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
       kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
       riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
       medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
       oleh penderita.
   e. Riwayat kesehatan keluarga
       Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
       yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
       menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
   f. Riwayat psikososial
      Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
      penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
      terhadap penyakit penderita.

2. Pemeriksaan fisik
 
  a. Status kesehatan umum
      Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
      berat badan dan tanda – tanda vital.
 



  b. Kepala dan leher
      Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
      telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
      sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
      mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
      diplopia, lensa mata keruh.
  c. Sistem integumen
      Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
      kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
      kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
  d. Sistem pernafasan
      Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
      mudah terjadi infeksi.
  e. Sistem kardiovaskuler
      Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
      takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
  f. Sistem gastrointestinal
     Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
     perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
  g. Sistem urinary
      Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
      berkemih.
  h.Sistem muskuloskeletal
     Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
     lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
  i. Sistem neurologis
     Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
      reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

   Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
   a. Pemeriksaan darah
       Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
       mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
   b. Urine
       Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
       dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
       perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
       dan merah bata ( ++++ ).
   c. Kultur pus
       Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
       sesuai dengan jenis kuman.







b. Analisa Data

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan
analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data
subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang
terdiri dari :
1. Kebutuhan dasar atau fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri

Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat
dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan
kemungkinan.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
    darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
    ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
    intake makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya
    kadar gula darah.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
    berhubungan dengan kurangnya informasi.
9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
    anggota tubuh.
10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
    Askep Klien Diabetes mellitus




3. Perencanaan

            Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas
keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah
masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang
meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan,
menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.

a. Diagnosa
    Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
    daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
    Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
  
    Kriteria Hasil :
      - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik

Rencana tindakan :
 1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
     Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:
    Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
    istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
    penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
    Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
     terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
       Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,menghentikan kebiasaan merokok,          dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.





4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO
untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangrene
.
  1. Diagnosa

Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

Kriteria hasil :
1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang

.
Askep Klien Diabetes mellitus

Rencana tindakan :

1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan         membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
    menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
    pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
    Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka.
          larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,sisa balutan    jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus     pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan
penyakit.

c. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau    mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60      80 x /menit, T : 100 –
130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat
rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
Askep Klien Diabetes mellitus
Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
11
d. Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap
sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar
gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e. Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Askep Klien Diabetes mellitus
Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
12
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f. Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi
kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 – 37,50C)
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi
dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman.
3. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan
daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan
sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
g. Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga
perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga
pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk
ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien
dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
Askep Klien Diabetes mellitus
Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
13
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain
selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan
kecemasan yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa
cemas pasien.
h. Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang
penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan
dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila
ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat
perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan
kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat
pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga
tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan
pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam
tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya
berkurang.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada /
memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang
telah diberikan.
i. Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya
secar positif.
Askep Klien Diabetes mellitus
Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
14
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan.
Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan
dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai
pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
j. Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan
pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas,
efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan
Askep Klien Diabetes mellitus
Created by @ Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
15
efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
Baru

ASKEP DIABETES MELLITUS

Ditulis pada oleh harnawatiaj
1.Pengertian diabetes mellitus
v   Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi gangguan makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long
v   Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
v   Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
v   Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).
2.Etiologi

Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.


Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
a.Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
b.Faktor non genetik
1.)Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus.
2.)Nutrisi
a.)Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.)Malnutrisi protein
c.)Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.

3.)Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
4.)Hormonal Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat


3.Klasifikasi


Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
a.Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
b.Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1.)Non obesitas
2.)Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
c.Diabetes mellitus type lain
1.)diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2.)Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.)diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.


4.Patofisiologi


Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.


5.Gambaran Klinik


Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a.Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

6.Diagnosis

Diagnosis diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan menurun. Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa


7.Penatalaksanaan


Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).

Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain :
a.Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %.
b.Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
c.Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
d.Diet B1 dan B­2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.
Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
a.Kurang tahan lapan dengan dietnya.
b.Mempunyai hyperkolestonemia.
c.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner.
d.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata.
e.Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang :
a.Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
b.Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
c.Masih muda perlu pertumbuhan.
d.Mengalami patah tulang.
e.Hamil dan menyusui.
f.Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
g.Menderita tuberkulosis paru.
h.Menderita penyakit graves (morbus basedou).
i.Menderita selulitis.
j.Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi.
Indikasi B2 dan B3
Diet B2
Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2
a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
b.Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
c.Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3
Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt
Sifat diet B3
a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
b.Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
c.Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein).
d.Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
e.Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.
Penyuluhan kesehatan.
Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui perorangan antara dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga dilakukan melalui media-media cetak dan elektronik.

8.Komplikasi

a.Akut
1.)Hypoglikemia
2.)Ketoasidosis
3.)Diabetik
b.Kronik
1.)Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2.)Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic.
3.)Neuropati diabetic.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.


1.Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :
a.Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b.Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c.Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d.Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e.Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f.Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g.Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i.Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

2.Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus yaitu :
a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f.Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
g.Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

3.Rencana Keperawatan
a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1.)Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2.)Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
3.)Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4.)Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.)Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.


b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
Menunjukkan tingkat energi biasanya
Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
1.)Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
2.)Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
3.)Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4.)Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
5.)Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.


c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1).Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2).Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3).Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4).Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5).Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.


d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
1.)Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2.)Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.
3.)Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4.)Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.


e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan :
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1.)Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2.)Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3.)Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
4.)Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.


f.Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
Mengakui perasaan putus asa
Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
1.)Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
2.)Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping.
3.)Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
4.)Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.


g.Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi.
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi :
1.)Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2.)Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3.)Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.
4.)Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.


Baru

Master Asuhan Keperawatan

Thursday, May 18, 2006

Pneumionia

Pengertian
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)
Penyebab
- Virus Influensa
- Virus Synsitical respiratorik
- Adenovirus
- Rhinovirus
- Rubeola
- Varisella
- Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
- Pneumococcus
- Streptococcus
- Staphilococcus

Tanda dan Gejala
v Sesak Nafas
v Batuk nonproduktif
v Ingus (nasal discharge)
v Suara napas lemah
v Retraksi intercosta
v Penggunaan otot bantu nafas
v Demam
v Ronchii
v Cyanosis
v Leukositosis
v Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar

Jenis
Pneumonia lobular
Bronchopneumonia
Pengkajian
Identitas :
Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa
Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar
Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
Riwayat Masuk
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
Pengkajian
1. Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun
4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
6. Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
Studi Laboratorik :
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis
Tujuan :
Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :
Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi
Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC
Laju nafas dalam rentang normal
Tidak terdapat batuk, cyanosisi, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis
Tindakan keperawatan
Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas
R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan
Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal
R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru
Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)
R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan
Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
Lakukan suction secara bertahap
R : Membantu pembersihan jalan nafas
Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam
R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan
2. Defisit Volume Cairan b.d :
- Distress pernafasan
- Penurunan intake cairan
- Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam
Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.
Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
Intake adekuat, baik IV maupun oral
Tidak adanya letargi, muntah, diare
Suhu tubuh dalam batas normal
Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020
Intervensi Keperawatan :
Catat intake dan output, berat diapers untuk output
R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line
R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan
Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu
R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan
Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam
R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum
Diagnosa lain :
1. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi
2. Perubahan rasa nyaman b.d sakit kepala, nyeri dada
3. Intoleransi aktivitas b.d distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam
4. Kecemasan b.d hospitalisasi, distress pernafasan
Referensi :
Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans, AddisonWesley Co. Philadelphia

 

 

Stroke Haemoragic

A. Pengertian
Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (hudak dan Gallo, 1997)
Stroke digunakan untuk menamakan sindrome hemiparese atau hemiparalisis akibat lesi vascular, yang secara tiba tiba daerah otak tidak menerima darah karena arteri yang memperdarahi daerah tersebut tersumbat, putus atau pecah.
B. STROKE HAEMORAGIK
Adalah bagian dari klasifikasi stroke, dimana perdarahan intra cerebral dan mungkin perdarahan sub arachnoid yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Kejadian biasanya saat melakukan aktifitas, namun dapat juga saat istirahat dan kesadaran pasien umunya menurun.
C. PATOFISIOLOGI
D. FAKTOR RESIKO
Hipertensi, perokok, penyakit jantung terutama artrial fibrilasi, cerebral aneurisma, aterosclerosis, stroke sebelumnya atau TIA, Diabetes, Polisitemia, usila
E. GEJALA KLINIK
· mendadak, nyeri kepala
· Paraesthesia, paresis,Plegia sebagian badan
· Dysphagia
· Aphasia
· Gangguan penglihatan
· Perubahan kemampuan kognitif
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
· CT Scan : Haemoragi: sub dural, sub aracnoid, intra cerebral. Edema, Iskemia
· EEG : Mengidentifikasi area lesi dan gelombang listrik
· Angiografi : Haemoragi, obstruksi arteri, oklusi dan ruptur
· MRI : Infark, perdarahan, kelainan arteri venous
· Lumbal Punksi : Pada perdarahan Sub Arachnoid dan intra cerebral cairan cerebro spinal
mengandung darah
G. PENATALAKSANAAN
1. Phase Akut:
· Pertahankan fungsi vital: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi
· Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation: Nimotop
· Pencegahan peningkatan TIK
· Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
2. Post phase akut
· Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
· Program fisiotherapi
· Penangan masalah psikososial
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN UTAMA
· Monitor tanda vital
· Monitor tingkat kesadaran
· Mengkaji fungsi eliminasi
· Mengkaji adanya gerakan involunter
· Mengkaji kemampuan ADLs
· Mengkaji kemampuan gerakan-otot
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
· Nyeri kepala b.d. gangguan vascular cerebral: perdarahan cerebral
· Gangguan perfuisi jaringan otak b.d edema cerebral
· Self care deficit b.d parsial paralisis
· Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan fisik/motorik
· Konstipasi b.d. gangguan sensorik motorik
· Cemas b.d. kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya
· Resiko terjadi gangguan integritas kulit b.d bed rest yang lama


Wednesday, May 17, 2006

CRF

A. Pengkajian
Dasar Data Pengkajian Pasien
- Aktifitas
Gejala : Kelelahan ekstrem, kalemahan, malaise
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
- Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi lama atau berat
palpatasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak , tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan
- Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan sebagainya.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
- Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
- Makanan / cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
Penggunaan diurotik
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban
Edema (umum, targantung)
Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
- Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur
Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Tanda : Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
- Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah
- Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
Batuk dengan sputum encer (edema paru)
- Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Tanda : Pruritis
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal
Ptekie, area ekimosis pada kulit
Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
- Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
- Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
- Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
- Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
- Resiko tinggi terhadap penururnan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskular sistemik.
- Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit.
- Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana tindakan, dan prognosis.
D. Implementasi
Asuhan Keperawatan bagi klien dengan kegagalan ginjal kronis
1. Membantu Meraih Tujuan Terapi
a. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.
b. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.
c. Menekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
d. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
e. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
f. Melindungi pasien dari infeksi
g. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.
h. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.
2. Mengusahakan Kenyamanan
a. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.
b. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.
c. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
d. Mengusahakan istirahat bila kecapaian
e. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana
f. Mengusahakan kebersihan oral beberapa kali sehari terutama sebelum makan.
3. Konsultasi dan Penyuluhan
a. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
b. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi
c. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
d. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)
E. Evaluasi
Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.
1. Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?
2. Apakah orang menekuni pesan dietvdan cairan yang diperlukan?
3. Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?
4. Apakah orang menggaruk-garuk berlebihan?
5. Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?
6. Apakah dilakukan pencegahan infeksi, tambahan perdarahan saluran cerna?
7. Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obat-obatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?

(Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)

AIDS

Pengertian
  • AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
  • Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
  • AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
  • AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )
  • AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
  1. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
  1. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
  1. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
  1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
  1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
  2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
  3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
  1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
  1. Angiomatosis Baksilaris
  2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
  3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
  4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
  5. Leukoplakial yang berambut
  6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
  7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
  8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
  1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
  1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
  2. Kanker serviks inpasif
  3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
  4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
  5. Kriptosporidosis internal kronis
  6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
  7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
  8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
  9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
  10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
  11. Isoproasis intestinal yang kronis
  12. Sarkoma Kaposi
  13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
  14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
  15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
  16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
  17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
  18. Pneumonia Rekuren
  19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
  20. Septikemia salmonella yang rekuren
  21. Toksoplamosis otak
  22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
5. Gejala Dan Tanda
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
    1. infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
    1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
    1. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
7. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
  1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
  1. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
  1. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
  1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
  1. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
  2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi,defisiensi nutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati (peradangan usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
- Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
- Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
- Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
-Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
  1. Tes Lainnya
  1. Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
  1. Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
  1. Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
  1. Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
  1. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
b. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( viral burden )
AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/hancurnya sel-sel limfosit T karena kekurangan sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.

 

 

 

 

Keperawatan Medikal Bedah


Bronkitis pada Anak

1. Pengertian
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 )
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994)
Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri, walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.(Taussig, 1982; Rahayu, 1984)
Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya konsesus mengenai hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil penyelidikan tentang hal ini masih sangat kurang.
2. Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 hasil dari metabolisme .
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.
f. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
3. Klasifkasi
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua penyebab lainnya dari BKB.

4. Etiologi
Penyebab utama penyakit Bronkitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut selalu terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :
a. Spesifik
1) Asma
2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas
7) Benda asing
8) Kelainan jantung bawaan
9) Kelainan sillia primer
10) Defisiensi imunologis
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin
12) Fibrosis kistik
13) Psikis
b. Non-spesifik
1. Asap rokok
2. Polusi udara
5.
Patofisiologi
Virus
(penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)

6.
Tanda dan gejala
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
- Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
- Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
- Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
- Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu :
- Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien murang istirahat
- Daya tahan tubuh klien yang menurun
- Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
- Kesenangan anak untuk bermain terganggu
- Konsentrasi belajar anak menurun

7. Komplikasi
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat
terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis

8.
Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
9. Penatalaksanaan
a. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan lendir
- Sering mengubah posisi
- Banyak minum
- Inhalasi
- Nebulizer
- Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu
diberikan minum susu atau makanan lain
b. Tindakan Medis
- Jangan beri obat antihistamin berlebih
- Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial
- Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
- Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif
10.
Pencegahan
Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
- Membatasi aktivitas anak
- Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya
- Hindari makanan yang merangsang
- Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat
- Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
- Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

AIDS
Pengertian
  • AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
  • Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
  • AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
  • AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )
  • AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )

  1. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
  1. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
  1. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
  1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
  1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
  2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
  3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
  1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
  1. Angiomatosis Baksilaris
  2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
  3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
  4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
  5. Leukoplakial yang berambut
  6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
  7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
  8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
  1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
  1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
  2. Kanker serviks inpasif
  3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
  4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
  5. Kriptosporidosis internal kronis
  6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
  7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
  8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
  9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
  10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
  11. Isoproasis intestinal yang kronis
  12. Sarkoma Kaposi
  13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
  14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
  15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
  16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
  17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
  18. Pneumonia Rekuren
  19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
  20. Septikemia salmonella yang rekuren
  21. Toksoplamosis otak
  22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
5. Gejala Dan Tanda
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
    1. infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
    1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
    1. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
7. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
  1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
  1. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
  1. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
  1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
  1. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
  2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi,defisiensi nutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati (peradangan usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
- Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
- Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
- Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
-Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
  1. Tes Lainnya
  1. Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
  1. Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
  1. Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
  1. Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
  1. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
b. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( viral burden )
AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/hancurnya sel-sel limfosit T karena kekurangan sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.

baru
MATERNITAS
Definisi
Lekore adalah suatu gejala yang sering ditemukan dalam kasus-kasus kebidanan, terdapat kurang lebih sepertiga dari penderita ginekologik mengeluh keputihan dan pada wanita hamil angka tersebut mencapai 50 – 70 %.
Lekore (Fluor albus, keputihan) adalah cairan yang keluar pervaginam secara berlebihan selain darah yang membasahi vestibulum dan vagina, dan memberikan keluhan subjektif pada penderita (Purnawan Junadi, 684).
Etiologi
Lekore fisiologis dapat terjadi karena kehamilan, premenstrual, pasca menstruasi, pasca partum, ovulasi dan pasca coitus. Sedangkan lekore patologis dapat disebabkan oleh radang, iritasi/ benda asing atau adanya proses keganasan.
Diagnostik
Diagnosis etiologik lekore harus berdasar pada:
1. Anamnesis: apakah keputihan yang terjadi itu terus menerus atau kadang-kadang, apakah ada hubungannya dengan fase-fase haid, bagaimana sifat lekorenya, apakah lendir, berwarna keputihan atau atau kekuningan. Bagaimana sekret vagina apakah banyak, sedikit. Apakah menimbulkan rasa gatal yang hebat.
2. Pemeriksaan umum seperlunya (disesuaikan dengan keluhan dari penderita).
3. Pemeriksaan ginekologik.
Pemeriksaan ini harus dikerjakan secara sistematik, dimulai dengan inspeksi vulva (apakah ada tanda bekas garukan, apakah vulva basah), palpasi kelenjar bartholini dan kelenjar skene, selanjutnya dillanjutkan dengan pemeriksaan yang menggunakan spekulum untuk melihat serviks, pemeriksaan ini sangat penting karena sebagian besar dai lekore berasal dari serviks.
Pada akhirnya dilakukan pemeriksan bimanual untuk menetukan posisi dan besarnya uterus dan keadaan parametrium, malposisi dapat menyebabkan bendungan vena sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.
4. Pemeriksaan laboratorik
Lakukan pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan adanya Trichomoniasis Vaginalis dan Candida Albicans. Lakukan pulasan gram atau pap smear pulasan ini untuk menentukan gonoroe dan bakteri lain.
Lekore Fisiologik
Sejumlah sekret mukoid dari kelenjar endoserviks selalu ada dalam vagina yang berfungsi dalam mempertahankan kelembaban vagina. Sekret ini tampak bening jika baru keluar dari serviks dan kemudian menjadi agak keruh karena mengandung sedikit lekosit dan flora vagina yang sebagian besar terdiri dari basil doderline. Asam laktat menyebabkan pH vagina rendah dan keasaman ini menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Proliferasi epitel, pH vagina dan sekresi kelnjar endoserviks vagina bergantung pada kadar estrogen dalam darah. Pada wanita yang baru lahir epitel vaginanya lebih tebal, pH rendah dan ada sekresi mukoid dari kelenjar endoserviks karena estrogen berasal dari ibu. Setelah bayi berumur 1 bulan dan selama masa kanak-kanak epitel vagina menjadi tipis. Menjelang menarche kadar estrogen mengalami peningkatan, sehingga epitel vagina menjadi tebal lagi, pH rendah dan vagina menjadi lebih basah. Selama masa reproduksi sekret vagina juga berubah-ubah menurut kadar estrogen dan progestron. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
Pada fase pasca menstruasi sedikit
Pada fase proliferatif, makin lama makin banyak
Pada fase ovulasi paling banyak
Pada fase pasca ovulasi, makin lama makin sedikit
Pada fase premenstruasi dapat bertambah banyak lagi
Pada fase menopause epitel vagina menjadi tipis, pH meningkat dan vagina menjadi lebih kering, terdapat variasi individual, yaitu ada yang mengeluarkan sekret lebih banyak atau sedikit.
Stimulasi seksual baik fisik maupun emosional dapat menyebabkan sekresi bertambah. Dalam kehamilan kadar hormon tinggi sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.
Pentalaksanaan
Pada keadaan yang fisiologis, keputihan tersebut tidak perlu diberikan pengobatan.
Bila ibu merasa cemas berikan penjelasan tentang proses terjadinya keputihan dan juga dapat diberikan sedatif.
Lekore Patologik
Dapat timbul karena:
1. Radang yang disebabkan oleh: trikomoniasis, kandidiasis, gonore, vaginitis senilis, endoservitis akut atau kronis, vaginitis hemofilus vaginalis.
2. Iritasi benda asing yang dapat disebabkan oleh iritasi khemis/ iritasi vagina (vaginal jelly), adanya benda asing (tampon, pesarium atau IUD).
3. Tumor yang dapat berupa tumor jinak, seperti polip, mioma uteri, kista atau dapat berupa tumor ganas (kanker serviks).
Kandidiasis
Gambaran klinik yang mungkin didapatkan:
Penderita mengeluhkan kemaluan sangat gatal, kdang-kadang sukar tidur dan terdapat banyak bekas garukan. Sekresi seperti susu kental dan warna putih kekuningan sekret tidak berbau. Seringkali terdapat disuri yang khas yaitu suami yang mengeluh preputium atau glans penisnya gatal sekali pada pemeriksaan hapusan terlihat jamur. Seringkali ditemukan adanya faktor predisposisi seperti Diabetes Melitus, pemakaian antibiotika yang lama, defisiensi vitamin, pemakaian hormon kortikosterid dan kontrasepsi oral.
Penatalaksanaan
1. Kendalikan atau hilang faktor predisposisinya.
2. Berikan gentian violet 1 % kemudian usapkan ke seluruh bagian vagina.
3. Berikan antibiotik (Mikostatin 3 x 1 tablet selama 10 hari).
4. Secara lokal berikan 1 tablet vaginal Mikostatin/ Mikonazol selama 10 hari.

DAFTAR PUSTAKA
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedoteran Universitas Airlangga.
Price, Sylvia Anderson, Wilson Lorraine Mc Carty. 1994. Patofisiologi Proses Penyakit Edisi 4. Alih bahasa Peter Anugrah. Jakarta: EGC.
Suparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit Kedokteran.

Haemoraghi Post Partum (HPP)


a.         Pengertian
Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan anak dalama 24 jam yang jumlahnya lebih dari 500-600 cc.
Insiden
Pada negara berkembang kasus ini mencapai 5-15 % dari seluruh jumlah persalinan yang terjadi.
Etiologi
1.    Atonia uteri (50-60 %).
2.    Retensio placenta (16-17%).
3.    Sisa placenta (23-24 %).
4.    Laserasi jalan lahir (4-5 %).
5.    Kelainan darah (0,5-0,8 %).

d.        Predisposisi
Umur (yang terlalu tua atau terlalu muda pada saat melahirkan), paritas (Multi para atau grandemulti), partus lama, obstetri oprastif dan narkose, uterus terlalu tegang dan besar, kelainan pada uterus (myoma uteri), Sosek  yang kurang yang dapat menyebabkan malnutrisi.

e.         Diagnosis
1.    Palpasi: kontraksi uterus dan TFU.
2.    Inspeksi: Uri, ketuban (lengkap atau tidak), aapakah ada robekan di vagina atau adanya varises.
3.    Eksplorasi cavum uteri: sisa uri dan ketuban, robekan rahim, placenta suksenturiata.
4.    Pemeriksaan laboratoris: DL (Hb), Faal hemostasis, Clot observastion test (COT).
5.    Pemeriksaan USG jika diperlukan.
6.   
f.          Gejala
Perdarahan yang lebih dari 500-600 cc, kontraksi uterus lemah, uterus lembek (boggy), Sub involusi (fundus uteri naik), muka pucat/ anemis.
g.         Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar. R), dan menurut Wignyosastro angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.
h.         Penatalaksanaan
Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:
1.    Hentikan perdarahan.
2.    Cegah terjadinya syock.
3.    Ganti darah yang hilang.

Penatalaksanaan khusus:
1.         Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak):
Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
2.         Tahap II (perdarahan lebih banyak):
Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
3.         Bila semua tindakan diatas tidak menolong:
Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1.         Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
-   Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).
-   Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).
-   Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.
Rencana:
1.    Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2.    Observasi jumlah perdarahan.
R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.
3.    Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.
R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
4.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh progresif.
5.    Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.

2.         Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
Tujuan:
Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
-   Hb > 10 gr %.
-   Konjungtiva tidak anemis.
-   Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1.    Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2.    Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.
3.    Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.
4.    Kolaborasi dengan dokter dalam:
-   Pemberian koagulantia dan roburantia.
-   Pemberian transfusi.
-   Pemeriksaan DL secara berkala.
5.    Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.

3.         Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus.
Tujuan:
Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
-   Tidak terjadi penurunan kesadaran.
-   TTV dalam batas normal.
-   Turgor kulit baik.
-   Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
-   Cairan dalam tubuh balance.
Rencana:
1.    Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2.    Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3.    Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.
4.    Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5.    Kolaborasi dalam:
-   Pemberian cairan infus atau transfusi.
-    Pemberian koagulantia dan uterotonika.
-   Pemesangan CVP.
-   Pemeriksaan BJ Plasma.

4.         Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam kapiler.
Tujuan:
Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
-   Hasil BGA dalam batas normal.
-   TTV dalam batas normal.
Rencana:
1.    Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.
2.    Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
3.    Kolaborasi dalam:
-   Pemeriksaan BGA.
-   Pemberian cairan intravena.

5.         Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan:
Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Rencana:
1.    Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.
2.    Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.
3.    Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.
4.    Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari. 
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.

Monday, August 11, 2008

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST PARTUM HARI KEDUA DENGAN RIWAYAT HAEMORRHAGE POST PARTUM (HPP)

A. Pengertian
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP. Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.
B. Klasifikasi perdarahan.
· Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan.
· Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.
C. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
· Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.
3. Gangguan mekanisme pembekuan darah.
· Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.
D. Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :
1. Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2. Atonia Uterus
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.
E. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
F. Gambaran klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda
Penyulit
Diagnosa penyebab
·         Uterus tidak berkontraksi dan lembek
·         Perdarahan segera setelah bayi lahir
·         Syok
·         Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar
·         Atonia uteri
·         Darah segar mengalir segera setelah anak lahir
·         Uterus berkontraksi dan keras
·         Plasenta lengkap
·         Pucat
·         Lemah
·         Mengigil
·         Robekan jalan lahir
·         Plasenta belum lahir setelah 30 menit
·         Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras
·         Tali pusat putus
·         Inversio uteri
·         Perdarahan lanjutan
·         Retensio plasenta
·         Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
·         Perdarahan segera
·         Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
·         Tertinggalnya sebagian plasenta
·         Uterus tidak teraba
·         Lumen vagina terisi massa
·         Neurogenik syok, pucat dan limbung
·         Inversio uteri
G.       Penatalaksanaan
1.         Penatalaksanaan umum
a.         Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b.         Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c.         Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d.        Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
e.         Atasi syok jika terjadi syok
f.          Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g.         Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h.         Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i.           Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j.           Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

2.         Penatalaksanaan khusus
a.         Atonia uteri
v  Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
v  Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,     lakukan pengurutan uterus
v  Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
v  Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
v  Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas  kesehata rujukan.
v  Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
v  Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.

b.         Retensio plasenta dengan separasi parsial
v  Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
v  Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
v  Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
v  Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
v  Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
v  Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
v  Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).
c.         Plasenta inkaserata
v  Tentukan diagnosis kerja
v  Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
v  Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
v  Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
v  Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
v  Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
v  Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
v  Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
v  Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
d.        Ruptur uteri
v  Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
v  Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
v  Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus
v  Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
v  Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
v  Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e.         Sisa plasenta
v  Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
v  Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
v  Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
v  Hb  8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.
f.          Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
v  Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
v  Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
v  Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
v  Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
v  Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
v  Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
v  Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
v  Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
v  Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
v  Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
g.         Robekan serviks
v  Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
v  Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
v  Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
v  Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan
v  Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
v  Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah
H.       Pengkajian
1.       Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35    tahun
2.       Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3.       Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4.       Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5.       Pengkajian fisik :
v  Tanda vital :
·            Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
·            Nadi                 :  Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
·            Pernafasan       : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
·            Suhu                 : Normal/ meningkat
·            Kesadaran         :  Normal / turun
v  Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
v  Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang
v  Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
v  Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang

I.       Diagnosa Keperawatan
1.         Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam
2.         Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
3.         Cemas/ketakutan s/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4.         Resiko infeksi s/d perdarahan
5.         Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.

J.       Rencana tindakan keperawatan
1.         Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam
Goal : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
1.         Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
2.         Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
3.         Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
4.         Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
5.         Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
6.         Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
7.         Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena mencegah terjadinya shock
8.         Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
9.         Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada subinvolusio
10.     Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2.         Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
Goal : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1.         Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2.         Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3.         Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4.         Tindakan kolaborasi :
v  Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
v  Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan ).

3.         Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Goal : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1.         Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2.         Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3.         Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4.         Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5.         Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6.         Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

4.         Potensial infeksi sehubungan dengan perdarahan
Goal : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1.         Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2.         Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
3.         Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
4.         Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5.         Tindakan kolaborasi
·           Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
·           Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).
K.       Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
·         Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah          : 110/70-120/80 mmHg
b.  Denyut nadi             : 70-80 x/menit
c.  Pernafasan               : 20 – 24 x/menit
d. Suhu                         : 36 – 37 oc
·         Kadar Hb                      : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
·         Gas darah dalam batas normal
·         Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
·         Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
·         Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
·         Klien tidak merasa nyeri
·         Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya



DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of  Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Pholadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien  Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995),  Maternity Nuring ,  Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.

KONSEP EKLAMSI

Batasan
         1. Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) . (Wirjoatmodjo, 1994: 49).
         2. Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum.          (Angsar MD, 1995: 41)
Patofisiologi
               Penyebabnya sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap sebagai suatu “ Maldaptation Syndrom” dengan akibat suatu vaso spasme general dengan akibat yang lebih serius pada organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni tejadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut. (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 1994: 49)
Pembagian Eklamsi
              Berdasarkan waktu terjadinya eklamsi dapat dibagi menjadi:
        1.   Eklamsi gravidarum
              Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil
        2.   Eklamsi Parturientum
Kejadian sekitar 30-35 %, terjadi saat  inpartu dimana batas dengan eklamsi gravidarum sukar dibedakan terutama saat mulai inpartu.

        3.  Eklamsi Puerperium
             Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.      ( Manuaba, 1998: 245)
Gejala Klinis Eklamsi
              Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
          1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
 2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
1.            Kejang-kejang atau koma
               Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:
               Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri.
Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah  berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur.
Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. (Muchtar Rustam, 1998: 275)
2.     Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ.
                 (Wirjoatmodjo, 1994: 49)
Pemeriksaan dan Diagnosis
Diagnosis eklamsi dapat ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:
          1. Berdasarkan gejala klinis diatas
          2. Pemeriksaan laboratorium  meliputi adanya protein dalam air seni, fungsi organ hepar, ginjal dan jantung, fungsi hematologi atau hemostasis
              Konsultasi dengan displin lain kalau dipandang perlu
        1.   Kardiologi
        2.   Optalmologi
        3.   Anestesiologi
        4.   Neonatologi dan lain-lain
(Wirjoatmodjo, 1994: 49)              
Diagnosis Banding
             Diagnosis banding dari kehamilan yang disertai kejang-kejang adalah:
         1. Febrile convulsion   ( panas +)
         2. Epilepsi                    ( anamnesa epilepsi + )
         3. Tetanus                    ( kejang tonik atau kaku kuduk)
         4. Meningitis atau encefalitis ( pungsi lumbal)
Komplikasi Serangan
             Komplikasi yang dapat timbul saat terjadi serangan kejang adalah:
         1. Lidah tergigit
         2. Terjadi perlukaan dan fraktur
         3. Gangguan pernafasan
         4. Perdarahan otak
         5. Solutio plasenta dan merangsang persalinan
      ( Muchtar Rustam, 1995:226)
Bahaya Eklamsi
         1. Bahaya eklamsi pada ibu
              Menimbulkan sianosis, aspirasi air ludah  menambah gangguan fungsi paru, tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak, lidah dapat tergigit, jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka, gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria, pendarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.
          2. Bahaya eklamsi pada janin
Asfiksia mendadak, solutio plasenta, persalinan prematuritas, IUGR   (Intra Uterine Growth Retardation), kematian janin dalam rahim.
               ( Pedoman Diagnosis dan  Terapi, 1994:  43)

Prognosa
            Eklamsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik untuk ibu maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan keadaan saat masuk rumah sakit. Gejala-gejala yang memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden adalah:
         1. Koma yang lama  
         2. Nadi diatas 120 per menit
         3. Suhu diatas 39°C.
         4. Tensi diatas 200 mmHg
          5. Lebih dari sepuluh serangan
          6. Priteinuria 10 gr sehari atau lebih
          7. Tidak adanya oedema.  ( M Dikman A, 1995: 45)                                                 
Penatalaksanaan
               Prinsip pengobatan eklamsia pada ibu nifas adalah menghentikan kejang kejang yang terjadi dan mencegah kejang ulang.
   1. Konsep pengobatan
Menghindari tejadinya kejang berulang, mengurangi koma, meningkatkan jumlah diuresis.
        2.Obat untuk anti kejang
 MgSO4   ( Magnesium Sulfat)
 Dosis awal: 4gr 20 % I.V. pelen-pelan selama 3 menit atau lebih disusul 10gr 40% I.M. terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan  : tiap 6 jam diberikan 5 gr 50 % I.M. diteruskan sampai 6 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang.
 Syarat     :  reflek patela harus positif, tidak ada tanda-tanda depresi pernafasan ( respirasi >16 kali /menit), produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc per 6 jam atau 600 cc per hari.
Apabila ada kejang lagi, diberikan  Mg SO 4   20 %, 2gr I.V.  pelan-pelan. Pemberian I.V. ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi maka diberikan pentotal 5 mg / kg BB / I.V. pelan-pelan.
Bila ada tanda-tanda keracunan Mg SO 4 diberikan antidotum glukonas  kalsikus 10 gr % 10 cc / I.V  pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.
Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO 4 .

KONSEP EKSTRAKSI FORCEPS
Definisi
              Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya.     (Hanifa W,1991: 88)
              Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala.(Phantom,______:178)
              Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin ( kepala ) dengan alat cunam. ( Bari Abdul, 2001: 501)
Tujuan
             Menurut Rustam Mochtar 1998, persalinan dengan ekstraksi forceps bertujuan:
              1. Traksi yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
              2. Koreksi yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan   depan atau sekali-kali UUK melintang kiri dan kanan atau UUK ki /ka belakang menjadi UUK depan ( dibawah symphisis pubis)
              3. Kompresor yaitu untuk menambah moulage kepala
Jenis Tindakan Forceps
              Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan  beberapa macam tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
          1. Forceps rendah
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum, forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
          2. Forceps tengah
 Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps tengah adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vaccum.
          3. Forceps tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.
       ( Manuaba,1998: 348)
Indikasi
            Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah
1. Indikasi ibu
Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.
Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir artinya partus sudah berlangsung lama.
Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.
Eklamsi yang mengancam
Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV,  pembukaan cervix lengkap, ketuban sudah pecah atau  2jam mengedan janin belum lahir juga
Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal  Ibu dengan decompensasi kordis , ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang),  pre eklamsi berat,  ibu dengan asma broncial.
Partus tidak maju-maju
Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga.
         2. Indikasi janin
             Gawat janin
             Tanda-tanda gawat janin antara lain :
             Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur, DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur, adanya mekonium (pada janin letak kepala)
  Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik
              (Rustam Muchtar,1995: 84-85)

Syarat
            Syarat-syarat untuk dapat melakukan ekstrasksi forceps antara lain:
              1. Pembukaan lengkap
              2. Selaput ketuban telah pecah atau dipecahkan
        3. Presentasi kepala dan ukuran kepala cukup cunam
        4. Tidak ada kesempitan panggul
        5. Anak hidup termasuk keadaan gawat janin
        6. Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul)
        7. Kontraksi baik
        8. Ibu tidak gelisah atau kooperatif                                     
 ( Bari Abdul, 2001: 502)
Kontra Indikasi
            Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi
  1. Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagi sehingga kepala sulit dipegang oleh forceps
  2. Anencephalus
  3. Adanya disproporsi cepalo pelvik
  4. Kepala masih tinggi
  5. Pembukaan belum lengkap
  6. Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel
  7. Jika lingkaran kontraksi patologi  bandl sudah setinggi pusat atau lebih
(Muchtar Rustam, 1995: 85)

Komplikasi
              Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
          1. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
Perdarahan yang dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma jalan lahir yang meliputi  ruptura uteri, ruptura cervix, robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum.
 Infeksi yang terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat melakukan pemeriksaan dalam
   Komplikasi segera pada bayi
Asfiksia karena terlalu lama di dasar panggul sehingga  terjadi rangsangan pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma langsung jaringan  otak.
              Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke bayi 
Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
          2. Komplikasi kemudian atau terlambat
              Komplikasi pada ibu
Perdarahan yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
              Infeksi
              Penyebaran infeksi makin luas
              Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal, terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero vaginal.
Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:
              Trauma ekstraksi forceps dapat menyebabkan cacat karena aplikasi forceps
              Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan kematian serta encefalitis sampai meningitis.
Gangguan susunan saraf pusat
              Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual.
              Gangguan pendengaran dan keseimbangan.

Perawatan Setelah Ekstraksi Forceps
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan post partum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat, karena kemungkinan terjadi trias komplikasi lebih besar yaitu perdarahan robekan jalan lahir dan infeksi.Oleh karena itu perawatan setelah ekstraksi forceps memerlukan profilaksis pemberian infus sampai tercapai keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi rahim menjadi kuat dan pemberian anti biotika untuk menghindari infeksi. ( Manuaba, 1998: 253)
DAFTAR PUSTAKA
Angsar M. Dikman, 1995, Hipertensi Dalam Kehamilan, Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
________, 1994, Obstetri Phantom, Fakultas Kedokteran Airlangga, Surabaya
Bennet R. Brown Linda K, 1996, Myles Text Book For Mmidwives, Chrurcchill Livingstone, Tokyo
Dennen C. Philip, 1994, Partus Forceps, Binarupa  Aksara, Jakarta
Hamilton PM, 1995, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta
Hariadi R, 1991, Obstetri Williams, Airlangga University Press, Surabaya
Ibrahim, Christin S, 1993, Perawatan Keebidanan (Perawatan Nifas), Bharata Niaga Media Jakarta
Long C Barbara, 1996, Perawatan Medika Bedah, YIA Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Bandung
Manuaba, 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Pengurus Ikatan Bidan Indonesia, Jakarta
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, EGC, Jakarta
Saifudin, Abdul Bari Dkk, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Santosa NI, 1995, Manajemen Kebidanan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Jakarta
Sastrawinata Sullaiman, 1983, Obstetri Fisiologi, Offset, Bandung
Sastra, Sulaiman, 1983, Obstetri Patologi, Elemen Banddung
Sweet BR, 1993, Mayes Midwifery A Text Book For Midwive, Bailiere Tindall, Tokyo
Wiknyosastro, H, 1991, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Hardjo, Jakarta
Wirjoatmojo. K, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi, Lab/UPF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Asuhan Keperawatan Dengan Mola Hidatosa

1. Pengertian
Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi dan edematus.

2. Patofisiologis

Pada molahidatinosa tidak terjadi deperensiasi tetapi hanya froliferasi sehingga pertumbuhan tidak terkendali pada sel-sel tropoblas yang mana vaskularisasi tidak mencukupi sehingga bagian pinggir akan nekrosis dan keluar menimbulkan gelembung mola (fluksus) yang akhirnya akan mengalami mola abortion.

1. Diagnosis :
Kehamilan mola hidatidosa akan didapatkan gambaran/tanda :
- Seperti keluhan kehamilan muda
- Dengan perubahan secara cepat menyebabkan TFU (tinggi Fundus uteri) lebih besar dari pada usia kehamilan dari pada umumnya. Sehingga pada keadaan ini harus dibedakan dari pada kehamilan gemmelli.
2. Therapi
- Evakuasi, dengan persiapan khusus
· Cairan /darah
· Upaya dilatasi tujuan utama bila osteum uteri belum terbuka ( amnion 10 – 12 jam)
· Drip oxcitosin untuk menambah kontraksi, ekspulsi, menurunkan perdarahan, mencegah perforasi kebelakang
- Terapi supportif (antibiotika, transfusi, dll)
- Monitor kadar HCG sampai 1 bulan :
- Apakah ada mola
- Apakah ada tanda-tanda keganasan /Chorio Ca.
Curret bisa menyebabka robeknya mukosa endometrium sehingga bila diberikan oksitoxin maka endometrium akan menebal.
Predisposisi terjadinya Molahidatinosa :
1. Kekurangan vitamin B 12
2. Imunologi
3. Gizi terganggu
I. PENGKAJIAN
A. AKTIVITAS
· Kelemahan.
· Kesulitan ambulasi.
B. SIRKULASI
· Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
· Edema jaringan.

C. ELIMINASI
· Ketidakmampuan defekasi dan flatus.
· Diare (kadang-kadang).
· Cegukan; distensi abdomen; aabdomen diam.
· Penurunan haluan urine, warna gelap.
· Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar (obstruksi); kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen).

D. CAIRAN
· Anoreksia, mual/muntah; haus.
· Muntah proyektil.
· Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.

E. KENYAMANAN/NYERI
· Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan.
F. PERNAPASAN
· Pernapasan dangkal, takipnea.
G. KEAMANAN
· Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-melahirkan, abses retroperitoneal.

H. PENYULUHAN/PENBELAJARAN
· Riwayat adanya trauma penetrasi abdomen, contoh luka tembak/tusuk atau trauma tumpul pada abdomen; perforasi kandung kemih/ruptur; penyakit saluran GI contoh apendisitis dengan perforasi, ganger/ruptur kandung empedu, perforasi karsinoma gaster/ulkus duodenal, obstruksi gang renosa usus, perforasi divertikulum, ileitis regional, hernia strangulasi.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan Penurunan komponen seluler yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
4. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi.
5. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri.
6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.

III. RENCANA INTERVENSI
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
a. Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi
b. Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
c. Catat haluaran dan pemasukan
Rasional : Mengetahuai penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah merah.
d. Observasi Nadi dan Tensi
Rasional : Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).
e. Berikan diet halus
Rasional : Memudahkan penyerapan diet
f. Nilai hasil lab. HB/HT
Rasional : Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah merah.
g. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
h. Evaluasi status hemodinamika
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
d. Lakukan perawatan vulva
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi
Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
f. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama masa perdarahan
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.
g. Batasi pengunjung dan ajari pengunjung untuk mencuci tangan yang baik.
Rasional : Mencegah cross infeksi.
h. Observasi suhu tubuh.
Rasional : Mengetahui infeksi lanjut.
i. Nilai hasil lab. Leukosit,darah lengkap.
Rasional : Penurunan sel darah putih akibat dari proses penyakit
j. Berikan obat sesuai terapi.
Rasional : Antibiotika profilaktik atau pengobatan.

3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan Penurunan komponen seluler yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan :
Tidak terjadi Perubahan perfusi jaringan selama perawatan perdarahan
Intervensi :
a. Kaji tanda vital, warna kulit, ujung jari
Rasional : Memberikan informasi mengenai perfusi
b. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh.
Rasional : Memperlancar vaskularisasi kejaringan perifer.
c. Nilai hasil lab.HB/HT dan jumlah SDM GDA.
Rasional : Mengidentifikasi/memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.
d. Berikan sel darah merah seuai program terapi.
Rasional : Memaksimalkan transportasi oksigen kejaringan.

4. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk mencegah kondisi klien lebih buruk
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada Mola Hidatidosa, istirahat mutlak sangat diperlukan
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
Rasional : Menilai kondisi umum klien
5. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun diskripsi.
b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
c. Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik

6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit.
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas.
b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien.
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit.
c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan.
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien.
d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama.
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan.
e. Terangkan hal-hal seputar Mola Hidatidosa yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga.
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
Daftar Pustaka
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. (1981). Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung.
JNPKKR-POGI. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Rustam Mochtar. (1992). Sinopsis Obstetri Jilid I, EGC, Jakarta.
Sarwono Prawirohardjo. (1999). Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Wong,Dona L& Perry, Shanon W. (1998). Maternal Child Nursing Care, Mosby Year Book Co., Philadelphia.
. Protap Pelayanan Kebidanan RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Surabaya

Post Partum dengan Retensio Urine

Masa Nifas
Pengertian
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu.

Adaptasi fisiologis masa nifas
1.         Tanda-tanda vital
Suhu tubuh dalam 24 jam pertama ³38°c. Jika hari 1-2 sampai pada hari ke 10 ³38°c hati-hati terhadap adanya infeksi puerperalis, infeksi saluran kemih, endometritis, mastitis dan infeksi lain.

2.         Adaptasi sistem kardiovaskuler
Tekanan darah stabil
Bradikardi (50-70x/menit) normal jika tidak ada keluhan.
Takhicardi akibat persalinan lama dan perdarahan hebat
Diaforesis dan menggigil yang disebabkan instability vasomotor. Keadaan ini normal jika tidak disertai demam.
Komponen darah trombosit lebih aktif (resiko troboemboli).

3.         Adaptasi sistem urinaria
Mekanisme persalinan dapat menyebabkan edema, laserasi, dan trauma uretraakibat tindakan kateterisasi.
Persalinan dengan tindakan sc.dapat mengakibatkan penurunan sensifitas bladder dan penurunan tonus bladder.

4.         Adaptasi sistem endokrin
Adanya perubahan dari hormon plasenta yaitu estrogen dan progesteron yang menurun.
Hormon-hormon pituitary jadi prolaktin meningkat, FSH menurun, dan LH menurun.
Produksi ASI mulai pada hari ke 3 post partum yang mempengaruhi hormon prolaktin, oksitosin,reflek let. Down dan reflek sucking.

5.         Adaptasi sistem pencernaan
Terjadi konstipasi akibat klien takut episiotomi rusak. Penurunan tonus abdomen, kurang intake menjelang partus dan pengaruh klisma.
 6.         Adaptasi sistem muskuloskeletal.
Penigkatan ukuran uterus menyebabkab distasisrektus abdominis
Sensasi ektrimitas bawah mengalami penurunan
Tromboplebitis terjadi akibat penurunan aktifitas dan peningkatan protrombin
Edema terjadi pada periode post partum dini.

7.         Adaptasi Sistem reproduksi
a.         Fundus uteri
Merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil

Waktu
Posisi Fundus
Berat Uterus
1-2 jam
12 jam
3 hari
9 hari
5-6 mgg
Sepusat
1 cm bawah pusat
3 cm bawah pusat
Tidak teraba diatas sompisis
Tidak teraba
1000 g
750 g
600 g
500 g

b.         Endometrium
Endometrium mengalami involusi daerah inplantasi plasenta. Nekrosis pembuluh darah terjadi hari 2-3 post partum. Pada hari ke 7 terbentuk lapisan basal dan pada 16 hari normal kembali.

Lohea
Nama
Waktu
Bentuk
Abnormal
Rubra




Serosa

Alba
1-3 hari



4-9 hari

10 hari
Darah bekuan
Bau agak anyir
- Peningkatan perdarahan bila meneteki

- Pink / coklat
Agak anyir
Kuning / Putih
Bekuan banyak
Bau busuk


Bau busuk
Tetap serosa
Kembali merah > 2 – 3 minggu

c.         Serviks
Ukuran luar melebar dan memanjang.
d.        Vagina
Beberapa saat setelah melahirkan tonus otot menurun edema membiru, terdapat laserasi, dan saluran melebar.
e.         Clitoris / labia
Kencang dan tidak terlalu keras.
f.          Peritonium
Luka pada episiotomi terasa nyeri. Pada tahap early edema dan luka biru.
g.         Payudara
Putting sus, areola mammaeu, duktus dan lobulus membesar, vaskularisasi meningkat (Breast engorgement).Colostrum 3 PP dan ASI > 3 hari PP.
Adaptasi Psikologis Ibu Post Partum (menurut Rubin Kox adaptasi Ibu terdiri yaitu :
1.         Taking In pada jam pertama sampai 1-2 hari. Ibu mengalami dependen ,pasif, fokus pada diri sendiri.
2.         Taking Hold Ibu mengalami dependen dan independen
3.         Letting Go Ibu mengalami hari-hari terakhir pada minggu persalinan independen pada peran baru

RETENSIO URINE
Pengertian
Retensio urine adalah tertahannya urine didalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada keadaan akut miksi berhenti secara mendadak, klientidak bisa BAK. Dalam keadaan kronis retensi urine terjadi akibat adanya obstruksi yang terus-menerus pada uretra.
Eteologi
Kalkulus pada lumen uretra , striktur uretra, BPH, Penekanan kepala Janin
Insiden
Sistitis penyebabnya adalah Escherichia coli 73 %-90% dari kasus dan pielonefritis (Infeksi pelvis renalis) penyebabnya terbanyak dari kasus oleh infeksi asenden
Pengkajian
Post Partum
Data Umum :
1)      Identitas.
2)      Data Obstetri, riwayat kehamilan, riwayat persalinan.
3)      Riwayat kesehatan.
4)      Status emosional dan kebiasaan.

Data Fokus : Fisiologis (proses involusi, perubahan biophisik sistem tubuh, kesiapan proses laktasi).
Pengkajian fisologis segera setelah lahir :
a.         Kondisi uterus (Palpasi fundus, kontraksi dan tinggi fundus uteri.
b.         Jumlah Darah (inspeksi perineum,laserasi,hematoma).
c.         Kandung kemih (ada tidaknya residu).
d.        Tanda-tanda Vital :
Suhu : 1 jam pertama setelah persalinan
TD/N : penyimpangan kardiovaskular
Pengkajian psikologis segera respon ibu dan keluarga terhadap bayi).
Pengkajian tahap lanjut :
1.         Tanda-tanda vital :
Suhu : Sedikit meningkat tapi kurang dari 38°c
Nadi : Bradikardi 40-70 x/menit masig dalam batas normal selama 6-10 hari post partum.
Tensi : Agak menurun tapi tidak mengganggu (orthostatik hipotensi)
Pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan tiap 4-8 jam.
2.         Perut dan Fundus :
Sebelum pem.fundus dan perut klien di minta kencing dulu.
Bila pada pem. Uterus lembek lakukan masase dan bayi ditetekkan.
3.         Lokhea :
Periksa tiap 4-8 jam
Perhatikan : frekuensi penggantian duk dan kebiasaan klien.
Sifat pengeluaran lokhea (menetes, merember, memancar)
Warna lokhea (rubra, serosa, sanguilenta,alba).
4.         Eliminasi :
Diaphoresis
Tanda infeksi kandung kemih,distensi blader
Buang air besar (obstipasi karena takut sakit).
5.         Buah dada :
Bentuk, besar, merah
Putting susu--- baik, masuk, lecet, sakit, kebersihan,
BH--- penyokong buah dada
Laktasi hari ke 2-3 kolostrum meningkat.

6.         Perineum
Posisi sim  kearah jahitan sehingga perineum terlihat jelas.

7.         Ekstrimitas bawah
Tromboplebitis dan tromboemboli
Edema, Tenderness, suhu kulit meningkat.

Psikososial :
Sikap, kemampuan, keterampilan memelihara diri, Tingkat kelelahan, Kepuasan,Tugas mengasuh anak.

Rentinsio Urine
Bila dicurigai infeksi kandung kemih dilakukan pengambilan spesimen urin bersih untuk pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksaan kultur serta berat jenis urin.
Frekuensi urin, keinginan berkemih, urin warna keruh, nyeri pelvik dan konsentrasi bakteri 10.000 atau lebih permililiter urine.
Periksa suhu : mengginggil dan panas tinggi, mual dan muntah.

Diagnosa Keperawatan
1.         Perubahan eliminasi BAK; Retensio urin berhubungan dengan trauma perineum,dan sal.kemih.
2.         Ketidakefektifan proses laktasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan payudara.
3.         Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan retensi urin yang lama.
Intervensi Keperawatan
1.         Perubahan eliminasi BAK; Retensio urin berhubungan dengan trauma perineum,dan sal.kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kep. selama 2 hari klien dapat kencing tanpa menggunakan alat/kateter.
Kriteria :
S : Klien mengatakan sudah bisa kencing sendiri.
O : urine 2 cc/kg bb/menit,uspt +, urin residu <100 cc
Intervensi
Rasional
Menjelaskan pada klien cara blader training
-Merangsang keinginan untuk kencing
Mengobservasi intake dan output
-Menilai perkembangan miksi
Memasang kateter bila ada indikasi
-Membantu mengeluarkan urin
Memberikan obat sesuai program terapi.
-Membantu meperlancar sirkulasi dan tangsangan saraf

2.         Ketidakefektifan proses laktasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan payudara.
Tujuan : Setelah diberikan penjelasan mengenai cara perawatan payudara Ibu dapat merawat payudara sendiri.
Kriteria :
S : Ibu Mengatakan sudah bisa merawat payudara sendiri.
O : Ibu terlihat merawat payudaranya.
Intervensi
Rasional
Mengajari dan menjelaskan pada ibu cara perawatan payudara.
Agar Ibu mandiri dalam perawatan payudara
Memperhatikan cara ibu merawat payudaranya
Menilai cara Ibu merawat payudaranya dengan benar.
3.         Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan retensi urin yang lama.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan kep. dan terapi Medis selama 3 hari resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria : Suhu 36-37 °c sakit perut bagian bawah tidak ada.
Intervensi
Rasional
Kaji suhu tubuh Ibu
Menilai tanda-tanda infeksi
Berikan kateterisasi dengan memperhatikan kesterilan
Membantu mengeluarkan urine
Berikan obat anti biotik sesuai program terapi
Membatasi perkembangbiakan bakteri penyebab infeksi SK/KK.

DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E.Doenges et al, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Persis Mary Hamilton (1995) Dasar-dasar Kep Maternitas, EGC, Jakarta.
Makalah hasil kuliah Askep Post Partum, PSIK INAIR Surabaya.

Asuhan Keperawatan dengan Kista Ovarium


Pengertian :
            Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan / abnormal pada ovarium yang membentuk seperti kantong
Pembagian tumor ovarium :
a.       Tumor Nonneoplastik.
1)      Tumor akibat radang
2)      Tumor lain :
q  Kista folikel
q  Kista korpus luteum
q  Kista lutein
q  Kista inklusi germinal
q  Kista endometrium
q  Kista stein – Leventhal.
b.      Tumor neoplastik
1)      Tumor Jinak
a) Tumor Kistik
q  Kistoma ovari simpleks
q  Kistadenoma ovari serosum
q  Kistadenoma ovari musinosum
q  Kista endimetroid
q  Kista dermoid.
b) Tumor Solit
q  Fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, angioma, linfangioma.
q  Tumor brenner
q  Tumor sisa adrenal
2)      Tumor ganas Ovarium.
Kemungkinan Diagnosa Yang muncul.
1.         Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada tumor.
2.         Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
3.         Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan luka operasi yg kurang adequat.
4.         Resiko gangguan BAB / BAK berhubungan dengan penekanan daerah sekitar tumor.
Intervensi Keperawatan.
1.         Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada tumor
(Tujuan: Setelah diberi tindakan kepw,nyeri berkurang sampai hilang sama sekali)
a.         Kaji tingkat dan intensitas nyeri.
(R/ mengidentifikasi lingkup masalah)
b.         Atur posisi senyaman mungkin.
(R/ Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri)
c.         Kolabarasi untuk pemberian terapi analgesik.
(R/menghilangkan rasa nyeri)
d.        Ajarkan dan lakukan tehnik relaksasi.
(Merelaksasi otot – otot tubuh).
2.         Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
(Tujuan : Setelah 1 X 24 Jam diberi tindakan, gangguan rasa nyaman (cemas) berkurang.
a.         Kaji  dan pantau terus tingkat kecemasan klien.
(R/ mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan selanjutnya )
b.         Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan dengan penyakitnya.
(R/ Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien tahu tentang keadaan dirinya )
c.         Bina hubungan yang terapeutik dengan klien.
(R/ Hubungan yang terapeutuk dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
3.         Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan luka operasi yg kurang adequat.
(Tujuan : Selama dalam perawatan, infeksi luka operasi tidak terjadi)
a.         Pantau dan observasi terus tentang keadaan luka operasinya.
(R/ Deteksi dini tentang terjadinya infeksi yang lebih berat )
b.         Lakukan perawatan luka operasi secara aseptik dan antiseptik.
(R. menekan sekecil mungkin sumber penularan eksterna )
c.         Kolaborasi dalam pemberian antibiotika.
(Membunuh mikro organisme secara rasional )
Daftar pustaka
Sylvia Anderson. (2000). Patofisiologo penyakit, edisi 4, penerbit EGC buku kedokteran, Jakarta.
Marylynn. E.Doengus. (2000). Rencana Asuhan keperawatan, edisi 3, penerbit buku kedokteran, Jakarta.
Sarwono P. ( 1999). Ilmu Kandungan, Yayasan bina pustaka, edisi 2, Jakarta.
Baru

ENDOMETRIOSIS

I. Defenisi
Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis.
( Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta )


II. Etiologi

Ada beberapa faktor resiko penyebab terjadinya endometriosis, antara lain:
1 Wanita usia produktif ( 15 – 44 tahun )
2 Wanita yang memiliki siklus menstruasi yang pendek (<27 hari)
3 Menstruasi yang lama (>7 hari)
4 Spotting sebelum menstruasi
5 Peningkatan jumlah estrogen dalam darah
6 Keturunan : memiliki ibu yang menderita penyakit yang sama.
7 Memiliki saudara kembar yang menderita endometriosis
8 Terpapar Toksin dari lingkungan
Biasanya toksin yang berasal dari pestisida, pengolahan kayu dan produk kertas, pembakaran sampah medis dan sampah-sampah perkotaan.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:Jakarta.)



III. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala endometriosis antara lain :
1. Nyeri :
• Dismenore sekunder
• Dismenore primer yang buruk
• Dispareunia
• Nyeri ovulasi
• Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
• Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
• Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
2. Perdarahan abnormal
• Hipermenorea
• Menoragia
• Spotting sebelum menstruasi
• Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi
3. Keluhan buang air besar dan buang air kecil
• Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar
• Darah pada feces
• Diare, konstipasi dan kolik
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta.
www.google.com.)

IV. Patofisiologi
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mkroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta
Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins : Philadelphia. )

V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain:
1. Uji serum
• CA-125
Sensitifitas atau spesifisitas berkurang
• Protein plasenta 14
Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan.
• Antibodi endometrial
Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
2. Teknik pencitraan
• Ultrasound
Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11%
• MRI
90% sensitif dan 98% spesifik
• Pembedahan
Melalui laparoskopi dan eksisi.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta )

VI. Terapi
Terapi yang dilakukan ditujukan untuk membuang sebanyak mungkin jaringan endometriosis, antara lain:
1. Pengobatan Hormonal
Pengobatan hormaonal dimaksudkan untuk menghentikan ovulasi, sehingga jaringan endometriosis akan mengalami regresi dan mati. Obat-obatan ini bersifat pseudo-pregnansi atau pseudo-menopause, yang digunakan adalah :
• Derivat testosteron, seperti danazol, dimetriose
• Progestrogen, seperti provera, primolut
• GnRH
• Pil kontrasepsi kombinasi
Namun pengobatan ini juga mempunyai beberapa efek samping.
2. Pembedahan

www.google.com
Bisa dilakukan secara laparoscopi atau laparotomi, tergantung luasnya invasi endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta)

VII. WOC
Terlampir

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ENDOMETRIOSIS

1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah perkotaan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
• Dysmenore primer ataupun sekunder
• Nyeri saat latihan fisik
• Dispareunia
• Nyeri ovulasi
• Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
• Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
• Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
• Hipermenorea
• Menoragia
• Feces berdarah
• Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi.
• konstipasi, diare, kolik
c. Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita endometriosis.
d. Riwayat obstetri dan menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.




2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
b. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas
c. Resiko tinggi koping individu / keluarga tidak efektif b.d efek fisiologis dan emosional gangguan, kurang pengetahuan mengenai penyebab penyakit.
d. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi
(Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta)

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit
Kriteria Hasil :
• Klien mengekspresikan penurunan nyeri/ ketidaknyamanan
• Klien tampak rileks, dapat tidur dan istirahat dengan tepat



Daftar Pustaka

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta
Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins : Philadelphia. )
Diakses dari www.google.com tanggal 15 September 2007.

Tugas maternitas Kelompok Gynekologi A'04
meri_psikfkua_a041 komentar

INFERTILITAS

DEFENISI
Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x / mgg, tanpa mamakai matoda pencegahan selama 1 tahun

Ada 2 jenis infertilitas :
• Infertilitas primer : bila pasangan tersebut belum pernah mengalami kehamilan sama sekali.
• Infertilitas sekunder : bila pasangan tersebut sudah pernah melahirkan namun setelah itu tidak pernah hamil lagi

ETIOLOGI
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.
Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :
a. Pada wanita
• Gangguan organ reproduksi
1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang
4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu
• Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi.
• Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.
• Endometriosis
• Abrasi genetis
• Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
• Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.

b. Pada pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu :
• Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
• Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
• Abnormalitas ereksi
• Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
• Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
• Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer
• Abrasi genetik

MANIFESTASI KLINIS
A. WANITA
• Terjadi kelainan system endokrin
• Hipomenore dan amenore
• Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik
• Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal
• Wanita infertil dapat memiliki uterus
• Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi, adhesi, atau tumor
• Traktus reproduksi internal yang abnormal

B. PRIA
• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
• Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
• Riwayat infeksi genitorurinaria
• Hipertiroidisme dan hipotiroid
• Tumor hipofisis atau prolactinoma
• Disfungsi ereksi berat
• Ejakulasi retrograt
• Hypo/epispadia
• Mikropenis
• Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha
• Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
• Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
• Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
• Abnormalitas cairan semen

PATOFISIOLOGI
a. Wanita
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia tidak berkembang dengan baik.
Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.

a. Pria
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik:
Perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat ( spt distribusi lemak tubuh dan rambut yang tidak sesuai ).

Pemeriksaan System Reproduksi
A. Wanita
• Deteksi Ovulasi
1. Meliputi pengkajian BBT (basal body temperature )
2. Uji lendir serviks metoda berdasarkan hubungan antara pertumbuhan anatomi dan fisiologi serviks dengan siklus ovarium untuk mengetahui saat terjadinya keadaan optimal getah serviks dalam menerima sperma

• Analisa hormon
Mengkaji fungsi endokrin pada aksis ovarium – hipofisis – hipotalamus. Dengan pengambilan specimen urine dan darah pada berbagai waktu selama siklus menstruasi.

• Sitologi vagina
Pemeriksaan usap forniks vagina untuk mengetahui perubahan epitel vagina

• Uji pasca senggama
Mengetahui ada tidaknya spermatozoa yang melewati serviks ( 6 jam pasca coital ).

• Biopsy endometrium terjadwal
Mengetahui pengaruh progesterone terhadap endometrium dan sebaiknya dilakukan pada 2-3 hr sebelum haid.

• Histerosalpinografi
Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal.

• Laparoskopi
Standar emas untuk mengetahui kelainan tuba dan peritoneum.

• Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan, perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin.

B. Pria
• Analisa Semen
Parameter
Warna Putih keruh
Bau Bunga akasia
PH 7,2 - 7,8
Volume 2 - 5 ml
Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
Jumlah sperma 20 juta / ml
Sperma motil > 50%
Bentuk normal > 60%
Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
persentase gerak sperma motil > 60%
Aglutasi Tidak ada
Sel – sel Sedikit,tidak ada
Uji fruktosa 150-650 mg/dl

• Pemeriksaan endokrin
Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kembali fungsi hipothalamus, hipofisis jika kelainan ini diduga sebagai penyebab infertilitas. Uji yang dilakukan bertujuna untuk menilai kadar hormon tesrosteron, FSH, dan LH.
• USG
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat struktur kelenjar prostat, vesikula seminalis, atau seluran ejakulatori.
• Biopsi testis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan testis memakai metoda invasif untuk mengidentifikasi adanya kelainan patologi.
• Uji penetrasi sperma
• Uji hemizona

PENATALAKSANAAN
A. Wanita
• Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendIr serviks puncak dan waktu yang tepat untuk coital


• Pemberian terapi obat, seperti;
1. Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh .
2. Terapi penggantian hormon
3. Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal
4. Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat
• GIFT ( gemete intrafallopian transfer )
• Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas
• Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,
• Pengangkatan tumor atau fibroid
• Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi

B. Pria
• Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan kualitas sperma meningkat
• Agen antimikroba
• Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan
• HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme
• FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis
• Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus
• Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
• Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
• Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat
• Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN INFERTIL

PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Termasuk data etnis, budaya dan agama

2. Riwayat kesehatan
A. Wanita
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di rumah
• Riwayat infeksi genitorurinaria
• Hipertiroidisme dan hipotiroid
• Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
• Tumor hipofisis atau prolaktinoma
• Riwayat penyakit menular seksual
• Riwayat kista

b. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Endometriosis dan endometrits
• Vaginismus (kejang pada otot vagina)
• Gangguan ovulasi
• Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
• Autoimun

c. Riwayat Kesehatan Keluarga
• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik

d. Riwayat Obstetri
• Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi
• Mengalami aborsi berulang
• Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi

B. Pria
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
• Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
• Riwayat infeksi genitorurinaria
• Hipertiroidisme dan hipotiroid
• Tumor hipofisis atau prolactinoma
• Trauma, kecelakan sehinga testis rusak
• Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
• Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih
• Riwayat vasektomi

b. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Disfungsi ereksi berat
• Ejakulasi retrograt
• Hypo/epispadia
• Mikropenis
• Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha
• Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
• Saluran sperma yang tersumbat
• Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
• Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
• Abnormalitas cairan semen

c. Riwayat Kesehatan Keluarga
• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik

3. Pemeriksaan Fisik
Terdapat berbagai kelainan pada organ genital, pria atupun wanita.

4. Pemeriksaan penunjang
A. Wanita
• Deteksi Ovulasi
• Analisa hormon
• Sitologi vagina
• Uji pasca senggama
• Biopsy endometrium terjadwal
• Histerosalpinografi
• Laparoskopi
• Pemeriksaan pelvis ultrasound

B. Pria
• Analisa Semen
Parameter
Warna Putih keruh
Bau Bunga akasia
PH 7,2 - 7,8
Volume 2 - 5 ml
Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
Jumlah sperma 20 juta / ml
Sperma motil > 50%
Bentuk normal > 60%
Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
persentase gerak sperma motil > 60%
Aglutasi Tidak ada
Sel – sel Sedikit,tidak ada
Uji fruktosa 150-650 mg/dl

• Pemeriksaan endokrin
• USG
• Biopsi testis
• Uji penetrasi sperma
• Uji hemizona


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas b.d ketidaktahuan tentang hasil akhir proses diagnostic
2. Gangguan konsep diri; harga diri rendah b.d gangguan fertilitas
3. Gangguan konsep diri; gangguan citra diri b.d perubahan struktur anatomis dan fungsional organ reproduksi
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan koping individu / keluarga b.d metode yang digunakan dalam investigasi gangguan fertilitas
5. Konflik pengambilan keputusan b.d terapi untuk menangani infertilitas, alternatif untuk terapi
6. Perubahan proses keluarga b.d harapan tidak terpenuhi untuk hamil
7. Berduka dan antisipasi b.d prognosis yang buruk
8. Nyeri akut b. d efek tes dfiagnostik
9. Efek tes diagnostic ketedakberdayaan b.d kurang control terhadap prognosis
10. Resiko tinggi isolasi social b.d kerusakan fertilitas, investigasinya, dan penataklaksanaannya


INTERVENSI
Diagnosa keperawatan: Gangguan konsp diri; harga diri rendah b.d gangguan fertilitas
Kriteria hasil :
• Klien mengungkapkan tentang infertilitas dan bagaimana treatmentnya
• Klien memperlihatkan adanya peningkatan kontrol diri terhadap diagnosa infertil
• Klien mampu mengekspresikan perasaan tentang infertil
• Terjalin kontak mata saat berkomunikasi
• Mengidentifikasi aspek positif diri


Daftar pustaka

Carpernito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Cunningham, MacDonald, Gant. 1995. Obstetri Williams. Jakarta: EGC
,http://situs.kesrepro.info/kb/referensi2.htm. Diakses tanggal 29 September 2007
http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 2 Oktober 2007
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
McCloskey, C. Joane& Bulechek, M. Gloria. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby: A Times Mirror Company
Murray, Sharon Smith, 2002. Foundations Of Maternal-Newborn Nursing. Philadelphia: W.B. Saunders company
Potter, patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktek. Jakarta: EGC
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Brunner & Suddarth’s Text Book of Medical-Surgical Nursing Volume 2. Jakarta: EGC
meri_psikfkua_a040 komentar

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA BERENCANA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA BERENCANA

Dalam keluarga berencana peran perawat adalah membantu pasangan untuk memilih metoda kontrasepsi yang tepat untuk digunakan sesuai dengan kondisi, kecendrungan, sosial budaya dan kepercayaan yang dianut oleh pasangan tersebiut, oleh karena itu proses keperawatan lebih diarahkan kepada membantu pasangan memilih metode kontrasepsi itu sendiri.
Kegagalan penggunaan metode kontrasespsi terjadi disebabkan karena kurangnya pengetahuan wanita tersebut terhadap alat kontrasespsi itu sendiri sehingga memberikan pengaruh terhadap kondisi fisiologis, psikologis, kehidupan sosila dan budaya terhadap kehamilan tersebut.. maka disinilah letak peran perawat untuk memberikan pengetahuan yang tepat, sehingga hal diatas tidak terjadi.

Pengkajian
Karena masalah kontrasepsi merupakan suatu hal yang sensitif bagi wanita, maka dalam mengkaji hal ini perawat harus sangat memperhatikan privasi klien. Rendahkan suara ketika mengkaji untuk menigkatkan rasa nyaman klien dan pertahankan rasa percaya diri yang tinggi klien.
Selain pengkajian umum( Identitas klien, Riwayat kesehatan, Riwayat obstetri, PF), pengkajian khusus yang perlu kita lakukan untuk memenuhi peran sebagai edukator dalam pemilihan metode kontrasepsi yang tepat adalah :

1. Pengetahuan klien tentang macam-macam metoda kontrasepsi
Pengkajian ini dilakukan dengan menanyakan kapan wanita tersebut berencana untuk memiliki anak. Kemudian tanyakan metoda apa yang sedang direncanakan akan dipakai oleh klien. Bila klien menyatakan satu jenismetoda perawat dapat menanyakan alas an penggunaan metoda tersebut.pertanyaan-pertanyaan ini akan mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi klien terkait dengan kontrasepsi yang digunakannya.

2. Pengetahuan tentang teknik penggunaan metoda kontrasepsi
Dalam melaksanakan perannya sebagai educator perawat harus dapaat menetukan tingkat pengetahuan klien tentang teknik penggunaan kontrasepsi. Misalnya tanyakan tentang bagaimana klien tersebut memakai dafragma, kapan dan dimana spermisida dioleskan atau berapa kali dalam sehari klien tersebut harus mengkonsumsi pil KBm dengan menggali tingkat pengetahuan klien ni perawat dapat menentukan bila ada kesalahan persepsi dalam penggunaan yang akan menyebabkan tidak efektifnya alat kontrasepsi yang dipakai dan akan menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan.

3. Kenyamanan klien terhadap metoda kontrasepsi klien terhadap metoda kontrasepsi yang sedanga dipakai
Dalam mengkaji kenyamanan klien, dengarkan keluhan-keluhan klien terhadap efek samping dari kontrasepsi yang digunakannya. Dengarkan juga pernyataan klien tentang kenyamanannya menggunakan metoda kontrasepsi bulanan seperti suntik hormone dari pada pil keluarga berencana yang harus di konsumsi setiap hari. Keefektifan suatu metoda meningkat seiring dengan peningkatan kenyamanan klien dalam menggunakan metoda tersebut.

4. Faktor-faktor pendukung penggunaan metode yang tepat
Jika klien berencana untuk mengganti metoda kontrasepsi diskusikan tentang pilihan-pilihan yang cocok untuk digunakan. Kaji factor-faktor yang dapat membantu pemilihan metode terbaik seperti riwayat kesehatan dahulu klien yang merupakan kontraindikasi dari metoda kontrasepsi, riwayat obstetric, budaya dan kepercayaan serta keinginan untuk mencegah kehamilan.

Adapun kontraindikasi penggunaan metoda kontrasepsi yang berkaitan dengan riwayat kesehatan adalah:
a. Kontrasepsi oral
1. Pil keluarga berencana terpadu
Riwayat TBC, kejang, kanker payudara, benjolan payu dara, telat haid, hamil, pendarahan abnormal, hepatitis, penyakit jantung, tromboplebitis.
Untuk wanita perokok, usia lebih dari 35th, pengidap DM, epilepsy, dan penderita hipertensi tidak dianjurkan menggunakan pil keluarga berencana.
2. Mini Pil
Mini pil ini sebaiknya tidak digunakan pada wanita yang harus menghindari segala jenis metoda hormonal, atau yang mejalani pengobatan kejang

b. Kontrasepsi Hormonal
1. Hormone Implant
Kanker/benjolan keras di payudara, terlambat haid, hamil, perdarahan yang tidak diketahui penyebabnya, penyakit jantung dan keinginan untuk hamil kurang dari lima tahun.
2. Hormone Injeksi
Suntikan terpadu tidak boleh diberikan pada wanita dalam masa menyusui.

c. Kontrasepsi Mekanik
1. Diafragma dan kap servik
Diafragma dan kap servik tidak dipakai pada wanita dengan riwayat alergi lateks dan riwayat toksik shock syndrome.
2. IUD
Hamil atau kemungkinan hamil, resiko itnggi terkena penyajit yang menular lewat hubungan seks, riwayat infeksi alat reproduksi, infeksi sesudah persalinan/ aborsi, kehamilan ektopik, metroragia dismenorhea, anemia dan belum pernah hamil, mola.

d. Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi ini tidak ada kontraindikasinya, karena sifatnya permanen. Digunakan bagi pasangan yang sudah tidak ingin atau sudah tidak memungkinkan untuk mempunyai anak

Analisa Data
Kurang pengetahuan tentang keluarga berencana merupakan penyebab tersering dari gangguan fisik, psikologis dan social dalam kaitannya dengan kehamilan yang tidak direncanakan.

Diagnosa yang mungkin berdasarkan pengkajian dan data adalah Resiko Perubahan Pemeliharaan Kesehatan b.d Kurang Pengetahuan Terhadap Pemilihan dan Ketersediaan Metoda Kontrasepsi.

Sedangkan diagnosa keperawatan lain yang dapat timbul yaitu:
1. Resiko konflik pengambilan keputusan b.d alternatif kontrasepsi
2. Rasa takut b.d efek samping kontrasepsi
3. Resiko tinggi infeksi b.d kondisi aktif secara seksual dan penggunaan metoda kontrasepsi
4. Resiko tinggi perubahan pola seksualitas b.d takut hamil
5. Nyeri b.d pemulihan pascaoperasi sterilisasi
6. Resiko tinggi infeksi b.d kerusakan membran mukosa akibat operasi, pemasangan spiral, hormone implant
7. Distress spiritual b.d ketidakcocokan keyakinan agama atau budaya dengan metoda kontrasepsi yang dipilih








Rencana Intervensi
Diagnosa : Resiko Perubahan Pemeliharaan Kesehatan b.d Kurang Pengetahuan Terhadap Pemilihan dan Ketersediaan Metoda Kontrasepsi.

Kriteria hasil
Setelah dilakukan intervensi, pasangan akan :
1. Menjabarkan dengan benar tentang cara penggunaan metoda kontrasepsi yang dipilih dan pemecahan masalahnya.
2. Dapat menjelaskan tentang efek samping dan komplikasi dari metoda kontrasepsi yang dipilih.
3. Melaporkan adanya kepuasan terhadap metoda kontrasepsi yang dipilih.
4. Menggambarkan metoda lain yang dapat dipakai dan memilih salah satu dari metoda tersebut bila pasangan inggin mengganti metod kontrasepsi.
meri_psikfkua_a040 komentar

ASKEP KB Kelompok A'4

FAMILY PLANNING
( KELUARGA BERENCANA )

DEFENISI
Keluarga berencana merupakan suatu perencanaan tentang waktu yang tepat untuk memiliki anak. Di dalam keluarga berencana terdapat teknik kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai upaya untuk mengatur kehamilan.
Jika pasangan yang sudah menikah memiliki kesuburan baik, 90% pasangan wanita akan hamil dalam satu tahun bila mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi (Gunningham, et al., 1997). Oleh karena itu untuk pengaturan waktu kehamilan, tidak terlepas dari peran alat kontrasepsi. Kehamilan tak terencana dapat menyebabkan gangguan mayor di dalam kehidupan seorang wanita yang berdampak pada kesehatan ibu dan neonatus.

PERAN PERAWAT DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA
Peran perawat dalam program keluarga berencana adalah sebagai konselor dan edukator. Untuk melaksanakan ini perawat harus memiliki informasi terbaru dan akurat tentang metode kontrasepsi. Hampir sebagian dari kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi namun salah dan tidak konsisten dalam penggunaannya. Hal ini dapat dicegah bila wanita memiliki pendidikan yang adekuat terhadap metoda kontrasepsi yang mereka pilih. Maka perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pendidikan tentang teknik kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan, cara penggunaan yang tepat, dan fokus konselingnya haruslah pada kebutuhan dan kenyamanan pasangan yang akan menggunakan alat kontrasepsi.

PERTIMBANGAN DALAM MEMILIH METODE KONTRASEPSI
Metode kontrasepsi sempurna belum dapat diciptakan oleh manusia. Setiap metoda kontrasepsi memiliki keuntungan dan kerugian masing- masing. Terkadang seorang wanita mencoba berbagai macam alat kontrasepsi sebelum menemukan metoda kontrasepsi yang cocok dan memuaskan.
Perawat perlu memberikan pertimbangan-pertimbangan yang membantu seorang wanita memilih metoda yang paling memenuhi kebutuhan mereka. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain:

1.Keamanan
Keamanan metode kontrasepsi merupakan pertimbangan utama dalam penggunaanya. Status kesehatan yang berbeda beda terkadang menyebabkan beberapa alat kontrasepsi tidak aman digunakan. Contohnya oral kontrasepsi tidak dianjurkan pada wanita dengan tromboplebitis atau stroke karena hormon yang dikandungnya dapat meningkatkan resiko keparahan penyakit tersebut dan diafragma (cap servix) tidak aman digunakan pada wanita dengan riwayat toxic shock syndome.

2.Perlindungan terhadap penyakit menular seksual
Tidak ada kontrasepsi yang 100% efektif mencegah Penyakit Menular Seksual. Resiko paparan terhadap Penyakit Menular Seksual harus dipertimbangkan dalam memberikan konseling tentang pilihan alat kontrasepsi. Kondom pria memberikan perlindungan yang baik terhadap penularan Penyakit Menular Seksual. Kondom ini harus dupakai jika salah satu pasangan mengidap Penyakit Menular Seksual meskipun pasangan tersebut telah menggunakan alat kontrasepsi lain.

3.Efektifitas
Efektifitas suatu alat kontrasepsi ditentukan oleh keberhasilan atau kegagalan alat kontrasepsi tersebut melindungi seseorang wanita dari kehamilan. Metoda sterilisasi dianggap yang paling efektif namun tidak dapat digunakan pada pasangan yang ingin anak lagi dikemudian hari. IUD juga merupakan metoda yang efektif tapi terkadang tidak menjadi pilihan karena efek samping atau kepercayaan yang dianut oleh pasangan.

4.Pilihan pribadi dan kecendrungan
Pilihan pribadi dan kecendrungan juga merupakan hal penting dalam memilih metode kontraseps. Jika seorang wanita berasumsi bahwa kontrasepsi yang dipilih terlalu sulit digunakan, menghabiskan banyak waktu atau terlalu banyak aturan akan menurunkan motifasi dan kekonsistenan pasangan tersebut untuk menggunakannya. Pendidikan yang diterima tentang metode kontrasepsi akan mempengaruhi persepsi pasangan terhadap kontrasepsi.

5.Education needed
Beberapa metoda kontrasepsi tidak membutuhkan pendidikan khusus, seperti kondom. Namun ada beberapa metode yang membutuhkan informasi lengkap agar metode tersebut menjadi efektif.

6.Efek samping
Efek samping penggunaan metoda kontrasepsi harus dijabarkan dengan lengkap kepada pasangan. Jika pasangan sudah mengetahui efek sampingnya lalu kemudian tetap memilih kontrasepsi tersebut, mereka akan lebih dapat bertoleransi pada efek samping yang ditimbulkan daripada pasangan yang tidak mengetahui efek samping sama sekali.

7.Pengaruh pada kepuasan seksual
Metode coitus related contraceptive, seperti spermisida dan metoda barrier, harus digunakan sebelum berhubungan seksual. Hal ini dapat menurunkan kepuasan seksual dan meningkatkan resiko penurunan minat terhadap metoda tersebut.

8.Ketersediaan
Kondom dan spermisida dapat diperoleh tanpa resep dokter. Pasangan dapat memiliki bahan ini tanpa harus berkonsultasi terlebih dahulu. Hal ini penting dipertimbangkan pada pasangan yang tidak dapat terbuka pada tenaga kesehatan tentang aktivitas seksual.

9.Biaya
Pada pasangan berpenghasilan rendah, faktor biaya menjadi hal penting dalam pemilihan metoda kontrasepsi. Pasangan tersebut mungkin akan lebih suka memilih menggunakan kondom daripada metoda sterilisasi yang relatif lebih mahal.

10.Agama dan kepercayaan
Agama dan kepercayaan akan mempengaruhi pilihan. Penganut katolik roma tidak memperkenankan metoda kontrasepsi apapun selain metoda alamiah.

11.Budaya
Budaya juga mempengaruhi pemilihan metoda kontrasepsi. Keturunan afrika-amerika banyak memilih sterilisasi pada wanita daripada sterilisasi pria, sedangkan pria latin tidak berminat tehadap penggunaan kondom dan menganut kebudayaan memiliki banyak keturunan.
Pada beberapa daerah, kontrasepsi tidak akan pernah digunakan sampai pasangan tersebut berhasil memperoleh anak laki-laki.

12.Informed consent
Beberapa meroda kontrasepsi memiliki efek yang berbahaya. Oleh karena itu, informed consent perlu disertakan untuk menyatakan bahwa pasangan mengerti resiko dan keuntungan dari metoda yang mereka pilih sehingga dapat menjadi aspek legal perawat.

METODA KONTRASEPSI
a.Tujuan penggunaan kontrasepsi
Dalam keluarga berencana, penggunaan metoda kontrasepsi menjadi sangat penting dengan tujuan :

1.Menunda kehamilan. Pasangan dengan istri berusia dibawah 20 tahun dianjurkan menunda kehamilannya karena alat reproduksi wanita belum berkembang dengan baik dan belum siap untuk memulai proses kelahiran.
Alasan menunda kehamilan adalah:
a.Usia dibawah 20 tahun adalah usia resiko tinggi kehamilan karena kematangan alat reproduksi belum sempurna
b.Prioritas penggunaan pil karena akseptor masih muda
c.Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda sering melakukan hubungan seksual ( frekuensi tinggi ) sehingga akan mempunyai angka kegagalan yang tinggi
d.Penggunaan AKDR dapat digunakan karena efektif dan bersifat sementara sehingga apabila pasangan siap memiliki anak, AKDR tersebut dapat dilepas

Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan adalah :
a.Reversibility yang tinggi karena akseptor belum mempunyai anak
b.Efektifitas reatif tinggi, penting karea dapat menyebabkan kehamilan beresiko tinggi
Kontrasepsi yang sesuai yaitu : Pil, AKDR, Metoda alamiah.


2.Menjarangkan kehamilan
Masa saat istri berusia 20-30 tahun adalah masa yang paling baik untuk melahirkan 2 orang anak dengan jarak kehamilan 3-4 tahun.
Alasan-alasan penjarangan kehamilan adalah :
a. Usia 20-30 tahun merupakan usia emas untuk mengandung dan melahirkan
b. Segera setelah anak lahir, dianjurkan menggunakan akdr sbg pilihan utama
c. Kegagalan yg mybbkn kehamilan cukup tinggi namun tdk/krg berbahaya karena akseptor berada pada usia yang baik untuk melahirkan
Kontrasepsi yang digunakan sebaiknya harus memiliki kriteria berikut :
a. Reversibility cukup tinggi
b. Efektifitas cukup tinggi
c. Dapat dipakai 3-4 tahun
d. Tidak menghambat produksi asi
Kotrasepsi yang dianjurkan untuk pasangan adalah AKDR, Pil, Suntik, Metoda alamiah, dan susuk ( hormone implant ).


3.Meniadakan kehamilan ( mengakhiri kesuburan )
Saat usia istri di atas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 anak karena usia tersebut memasuki usia rentan dan komplikasi kehamilan tinggi.
Kontrasepsi yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Efektivitas sangat tinggi karena kegagalan dapat menyebabkan kehamilan resiko tinggi terhadap ibu dan anak
b. Reversibilitas rendah
c. Dapat dipakai untuk jangka panjang
d. Tidak menambah kelainan yang sudah ada

Anjuran kontrasepsi yang dipakai adalah kontap (tubektomi/vasektomi), susuk, AKDR, suntikan, dan metoda alamiah.

JENIS-JENIS METODA KONTRASEPSI
Beberapa jenis metoda kontrasepsi yang dapat dipakai adalah
1.Metoda biologi/alamiah
2.Metoda kimiawi
3.Metoda mekanik
4.Metoda pembedahan

1.Metoda biologis/alamiah
a. Metode Amenorea Laktasi (MAL):
•Metode amenorea laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yg mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI)
•MAL sebagai kontrasepsi bila :
-Menyususi secara penuh (full breast feeding)
-Belum haid
-Umur bayi kurang dari 6 bulan
•Efektif sampai 6 bulan
•Harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi lainnya

àCara Kerja  Penundaan/penekanan ovulasi
Keuntungan kontrasepsi:
•Efektivitas tinggi (keberhasilan 98 % pada enam bulan I pasca persalinan)
•Segera efektif
•Tidak mengganggu senggama
•Tidak ada efek samping sistemik
•Tidak perlu pengawasan medik
•Tidak perlu obat atau alat
•Tanpa biaya
Keuntungan nonkontrasepsi:
1.Untuk Bayi
•Mendaptkan kekebalan pasif (mdapatkan antibodi perlindunagn lewat ASI)
•Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna utk tumbang bayi yg optimal
•Terhindar dari keterpaparan thdp kontamiasi dari air, susu lain atau formula, atau alat minum yang dipakai
2.Untuk Ibu
•Mengurangi perdarahan pascapersalinan
•Mengurangi resiko anemia
•Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi

Keterbatasan
•Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalm 30 menit pascapersalinan
•Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial
•Efektivitas tinggi8 hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan
•Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV DAN HIV/AIDS

Yang Dapat Menggunakan MAL
Ibu yang menyusui secara eksusif, bayinya berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat haid setelah melahirkan.

Yang Seharusnya Tidak Pakai MAL
•Sudah mendapat haid sesudah bersalin
•Tidak menyusui secara ekslusif
•Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan
•Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam

Instruksi Kepada Klien ( Hal Yang Harus Disampaikan Kepada Klien)
•Seberapa sering harus menyusui ?
Bayi disusui secara on demand (menurut kebutuhan bayi). Biarkan bayi menyelesaikan menghisap dari satu payudara sebelum memberikan payudara lain, supaya bayi mendapat cukup banyak susu akhir (hind milk). Bayi hanya membutuhkan sedikit ASI dari payudara berikut atau sama sekali tidak memerlukan lagi. Ibu dapat memulai dengan memberikan payudara lain pada waktu menyusui berikutnya sehingga kedua payudara memproduksi banyak susu.
•Biarkan bayi menghisap sampai dia sendiri yang melepaskan hisapannya
•Susui bayi ibu juga pada malam hari karena menyusui pada waktu malam hari membantu mempertahankan kecukupan persediaan ASI
•Bayi terus disusukan walau ibu/bayi sedang sakit
•ASI dapat disimpan dalam lemari pendimgin
•Kapan mulai memberikan makanan padat sebagai pendamping ASI?
Selama bayi tumbuh dan berkembang dengan baik serta kenaikan berat badan cukup, bayi tidak memerlukan makanan selain ASI sampai dengan umur 6 bulan.
•Apabila Ibu menggantikan ASI dengan minuman atau makanan lain, bayi akan menghisap kurang sering dan akibatnya menyusui tidak lagi efektif sebagai metode kontrasepsi
•Haid
Ketika ibu mulai dapat haid lagi, itu pertanda ibu sudah subur kembali dan harus segera mulai metode KB lainnya.
•Untuk kontrasepsi dan kesehatan
-Anda memerlukan metode kontrasepsi lain ketika anda mulai dapat haid lagi, jika Anda tidak lagi menyusui secar ekslusif atau bila bayi Anda sudah berumur 6 bulan.
-Konsultasi dengan bidan/dokter atau klinik/Puskesmas sebelum Anda mulai memakai metode kontrasepsi lainnya.
-Jika suami/pasangan Anda beresiko tinggi terpapar IMS, AIDS harus pakai ketika pakai MAL.
•Apa yg hrs dilakukan jk Anda menyusui tdk secara ekslusif/berhenti menyusui ?
-Anda perlu kondom atau metode kontrasepsi lain ketik anda tidak meyusui lagi secara ekslusif
-Ke klinik KB untuk membantu memilihkan atau memberikan metode kontrasepsi lain yang sesuai

Beberapa Catatan dari Konsensus Bellagio (1988) Untuk Keefektifan 98%
•Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya sekali diberi 1-2 teguik air/minuman pada upacara adat/agama.
•Perdarahan sebelum 56 hari pascapersalinan dapat diabaikan (belum dianggap haid)
•Bayi menghisap secara langsung
•Menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah baby lahir
•Kolostrum diberikan nkepada bayi
•Pola menyusui on demand dan dari kedua payudara
•Sering menyusui selam 24 jam termasuk malam hari
•Hindari jarak menyusui lebih dari 6 jam.
Setelah bayi berumur 6 bulan, kembalinya kesuburan mungkin didahului haid, tetapi dapat juga tanpa didahuilui haid.Efek ketidaksuburan karena menyusui sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek:
•Cara menyusui
•Seringanya menyusui
•Lamanya setipa kali menyusui
•Kesungguhan menyusui

b. Metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA)
Profil
•Ibu harus belajar mengetahui kapan masa suburnya berlangsung
•Efektif dipakai bila tertib
•Tidak ada efek samping

Pasangan secara sukarela menghindari senggama pada masa subur ibu (ketika ibu tersebut dapat menjadi hamil), atau senggama pada masa subur untuk mencapai kehamilan. Metode keluarga berencan alamiah berdasarkan kesadaran penuh dari siklus reproduksi Ibu tersebut.

Cara Kerja
Metode Lendir Servik atau lebih dikenala sebagai Metode Ovulasi Billings/MOB atau metode dua hari mukosa serviks dan Metode Simtomtermal adalah yang paling efektif. Cara yang kurang efektif misalnya Sistem Kalender atau Pantang Berkala dan metode Suhu Basal yang sudah tidak diajarkan lagi oleh pengajar KBA.

Mekanisme Kerja
1.Untuk Kontrasepsi
Senggama dihindari pada masa subur yaitu pada fase siklus menstruasi dimana kemungkinan terjadi konsepsi/kehamilan

2.Untuk Konsepsi/mencapai kehamilan
Senggam direncanakan pada masa subur yaitu dekat dengan pertengahan siklus (biasanya pada hari ke 10-15), atau terdapat tanda-tanda adanya kesuburan ketika kemungkinan besar terjadinya konsepsi.

Manfaat
1.Kontrasepsi
• Dapat digunakan untuk menghindari atau mencapai kehamilan
• Tidak ada resiko kesehatan yang berhubungan dengan kontrasepsi
• Tidak ada efek samping sistemik
• Murah atau tanpa biaya
2.Nonkontrasepsi
• Meningkatkan keterlibatan suami dalam keluarga berencana
• Menambah pengetahuan tentang sistem reproduksi oleh suami dan istri
• Memungkinkan mengeratkan relasi/hubungan melaluim peningkatan komunikasi antara suami istri/pasangan

Keterbatsan
•Sebagai kontraseptif sedang (9-12 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama pemakaian)
•Keefektifan tergantung dari kemauan & disiplin pasangan mengikuti instruksi
•Perlua ada pelatihan sebagai persyaratan untuk menggunakan jenis KBA yang paling efektif secara benar
•Dibutuhkan pelatih/guru KBA (bukan tenaga medis)
•Pelatih/guru KBA hrs mampu membantu ibu mengenali masa subur, memotivasi pasangan utk menaati aturan jk ingin menghindari kehamilan & meyediakan alat bantu jika diperlukan, msl buku catatan khusus, termometer,(oral/suhu basal)
•Perlu pantang selama masa subur untuk menghindari kehamilan
•Perlu pencatatan setiap hari
•Infeksi vagina membuat lendir servik sulit dinilai
•Termometer basal diperluikan untuk metode tertentu
•Tidak terlindung dari IMS termasuk HBV (VIRUS HAPETITIS b) & HIV/AIDS

Yang Dapat Menggunakan KB
1.Untuk Kontrasepsi
•Semua perempuan semasa reproduksi, baik siklus haid teratur maupun tidak teratur, tidak haid kerana menyusui atau premenopause
•Semua perempuan dengan paritas berapapun termasuk mulipara
•Perempuan kurus atau gemuk
•Perempuan yang merokok
•Perempua dengan alasan kesehatan tertentu a.l hipertensi sedang, varises, dismenore, sakit kepala sedang atau hebat, mioma uteri, endometritis, dll
•Pasangan dengan alasan agama / filosofi utk tdk menggunnakan metode lain
•Perempuan yang tidak dapat menggunakan metode lain
•Pasangan yang ingin pantang senggama lebih dari seminggu pada setiap siklus haid
•Pasangan yang ingin dan termotivasi untuk mengobservasi, mencatat, dan menilai tanda dan gejala kesuburan
2.Untuk Konsepsi
•Pasangan yang ingin mencapai kehamilan, senggama dilakukan pada masa subur untuk mencapai kehamilan

Definisi
Hari-hari kering : Setelah darah haid bersih , kebanyakan ibu mempunyai 1- beberasp hari tidak terlihat adanya lendir dan daerah vagina terasa kering
Hari-hari Subur : Ketika terobservasi adanay lendir sebelum ovulasi. Ibu dianggap subur, ketika terlihat adanya lendir, walaupun jenis lendir yang kental dan lengkap. Lendir subur yang basah dan licin mungkin sudah ada di serviks dan hari subur sudah mulai.
Hari Puncak : Adalah hari terakhir adanya lendir licin, mulur dan ada perasaan basah

Contoh Kode Yang Dipakai Untuk Mencatat Kesuburan
Pakai tanda * atau merah untuk menandakan perdarahan (haid)
Pakai huruf K atau hijau untuk menandakan perasaan kering
Gambar suatu tanda (L) atau biarkan kosong untuk memperlihatkan lendir subur yang basah, jernih, licin dan mulur
Pakai huruf L atau warna kuning untuk memperlihatkan lendir tak subur yang kental, putih, keruh dan lengket.
Untuk Kontrasepsi/Menghindari Kehamilan
• Lendir mungkin berubah pada hari yang sama, periksa lendir setiap kali ke belakang dan sebelum tidur, kecuali ada perasaan sangat basah waktu siang. Setiap malam sebelum tidur, tentukan tingkat yang paling subur (lihat kode diatas) dan beri tanda pada catatan ibu dengan kode yang sesuai
• Pantangan senggama utk paling sedikit satu siklus sehingga Ibu akan megenali hari-hari lendir, mengenali Pola Kesuburan & Pola Ketidaksuburan ibu dg bimbingan pelatih/guru KBA
• Hindari senggama pada waktu haid. Hari-hari ini tidak aman, pada siklus pendek. Ovulasi dapat terjadi pada harihari haid
• Pd hari kering setelah haid, aman utk bersenggama selang satu malam (aturan selang-seling). Ini akan menghindari Ibu bingung dg cairan sperma dan lendir
• Segera setelah ada lendir jenis apa juga atau perasaan basah muncul, hindari senggama atau kontak seksual. Hari-hari lendir, terutama hari-hari lendir subur adalah tdk aman. (Aturan awal atau “jk hari basah, Ibu akan memperoleh bayi”)
• Tandai hari terakhir dengan lendir jernih, licin, dan mulur dengan tanda X.Ini adalah hari puncak; ini adalah hari ovulasi dan adalah hari paling subur
• Setelah hari puncak, hindari senggama untuk 3 hari berikut siang dan malam. Hari-hari ini adalah tidak aman (Aturan Puncak). Mulai dari pagi hari keempat setelah kering, ini adalah hari-hari aman untuk bersenggama sampai hari haid berikutnya bila ingin menghindari kehamilan.
• Pada siklus yang tidak teratur seperti pascapersalinan atau premenopause maka perlu memperhatikan (Pola Dasar ke-Tidaksuburan ) dimana ada waktu 1-2 hari subur yang menyelingi diantara hari-hari tidak subur. Ibu harus mengamati perubahan ini dan bila PDTS sudah pulih kembali dan berlangsung minimal 3 hari berturut-turut tanpa perubahan maka senggama boleh dilakukan (Aturan Sabar Menunggu/Wait and See Rule)

Untuk Konsepsi/Mencapai Kehamilan
• Bersenggama pada setiap siklus pada hari-hari terdapat lendir yang teras mulur, basah dan licin

Suatu Contoh Catatan Suhu Basal Yang Lengkap
Ibu dapat mengenalai masa subur Ibu dengan mengukur suhu badan secara teliti dengan termometer khusus yang bisa mencatat perubahan suhu sampai 0,10 C untuk mendeteksi, bahkan suatu perubahan kecil , suhu tubuh anda.

Pakai Aturan Perubahan Suhu
• Ukur suhu Ibu pada waktu yang hampir sama setiap pagi (sebelum bangkit dari tempat tidur) dan catat suhu Ibu pd kartu yg disediakan oleh instruktur KBA Ibu.
• Pakai catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari pertama siklus haid Ibu untuk mementukan suhu tertinggi dari suhu yang “normal, rendah”. Abaikan setiap suhu tinggi yang disebabkan oleh demem atau gangguan lain.
• Tari garis pada 0,05 – 0,1 0 C diatas suhu tertinggi dari suhu 10 hari tersebut. Ini dinamkan garis pelindung (cover line) atau garis suhu
• Masa tak subur bmulai pada sore seyelah hari ketiga berturut-turut suhu berada diatas garis pelindung tersebut (Aturan Perubahan Suhu)
Untuk Kontrasepsi
Pantang senggama mulai dari awal siklus haid sampai sore hari ketiga berturut-turut setelah suhu berada diatas garis pelindung (cover line). Masa pantang pada Aturan Perubahan Suhu lebih panjang dari pemakaina MOB
Catatan
• Jika salah satu dari 3 berada dibawah garis pelindung (cover line) selama perhitungan 3 hari, ini mungkin tanda bahwa ovulasi belum terjadi . Untuk menghindari kehamilan tunggu sampai 3 hari berturut-turut suhu tercatat diatas garis pelindung sebelum memulai senggama
• Ketika mulai masa tak subur, tidak perlu untuk mencatat suhu basal Ibu. Ibu dapat berhenti mencatat sampai haid berikut mulai dan bersenggama sampai hari pertama haid berikutnya

Metode Simtomtermal
Ibu harus mendapat instruksi untuk Metode Serviks dan Suhu Basal. Ibu dapat menentukan masa subur Ibu dengan mengamati suhu tubuh dan lendir serviks.
• Setelah darah haid berhenti, Ibu dapat bersenggama pada malam hari pada hari kering dengan berselangsehari selama masa tak subur. Ini adalah Aturan Selang Hari Kering(Aturan Awal). Aturan yang sama dengan Metode Lendir Serviks.
• Masa subur mulai ketika ada perasaan basah atau munculnya lendir, ini adalah Aturan Awal. Aturan yang sama dengan Metode Lendir Serviks. berpantang bersenggama sampai masa subur berakhir
• Pantang bersenggama sampai Hari Puncak & Aturan perubahan Suhu tlh tjd
• Apabila aturan ini tidak mengidentifikasikan hari yang sama sebagai akhir masa subur, sllu ikuti aturan yg paling konsevatif, yaitu aturan yg mengidentifikasikan masa subur yg paling panjang.

Senggama Terputus ( Coitus Interruptus )
Defenisi
Senggama terputus adalah mengeluarkan penis dari vagina sebelum ejakulasi. Meskipun keefektifan metoda ini adalah 80%, tetapi metoda ini membutuhkan kontrol yang baik dari pria. Metoda ini mengurangi kepuasan pasangan. Meskipun ejakulasi terjadi di luar vagina, cairan pre ejakulasi terkadang juga mengandung sperma sehingga pembuahan tetap saja dapat terjadi.

Cara kerja: Penis dikeluarkan sebelum ejakulasi sehigga sperma tidak masuk ke dalam vagina dan kehamilan dapat dicegah.

Manfaat Kontrasepsi
1. Efektif bila digunakan dengan benar
2. Tidak mengganggu produksi asi
3. Dapat digunakan sebagai pendukung metoda keluarga berencana lainnya
4. Tidak ada efek samping & Dapat digunakan setiap waktu
5. Tidak membutuhkan biaya
Nonkontrasepsi
1. Meningkatkan keterlibatan suami dalam keluarga berencana
2. Untuk pasangan, memungkinkan hubungan yang lebih dekat dan pengertian yang sangat dalam
Keterbatasan
1. Efektivitas tergantung kesediaan pasangan melakukan senggama terputus
2. Efektivitas menurun bila sperma dalam 24 jam sejak ejakulasi melekat pada penis
3. Memutus kenikmatan dalam hubungan seksual

Peran Perawat
Perawat memberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Tingkatkan kerjasama dan bangun saling pengerian sebelum melakukan hubungan seksual dan
2. Sebelum berhubungan, pria terlebih dahulu mengosongkan kandung kemih dan membersihkan ujung penis
3. Apabila pria merasa akan ejakulasi, segera tarik penis dari vagina. Pastikan pria tidak terlambat malakukannya
4. Tidak dianjurkan pada masa subur

3. Metoda mekanis
a.Kondom
Defenisi
Kondom merupakan selaput/selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis salama hubungan seksual. Kondom terbuat dari kareT sintetis yang tips, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau berbentuk putting susu. Kondom dibuat dlm berbagai variasi baik dari segi bentuk, warna, pelumas, ketebalan, maupun bahan pembuatnya. Kondom dapt digunakan bersamaan dengan alat kontrasepsi lain. Selain itu, kondom juga membantu mencegah penularan penyakit menular seksual, termasuk AIDS.

Cara kerja
Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah pada saluran reproduksi wanita. Selain itu, kondom juga mencegah penularan mikroorganisme dari satu pasangan ke pasangan lain.

Efektivitas
Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom menjadi tidak efektif karena tidak konsisten dalam pemakaian. Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun.

Manfaat
•Efektif bila digunakan dengan benar
•Tidak mengganggu produksi ASI
•Tidak mengganggu kesehatan klien
•Tidak memiliki pengaruh sistemik
•Murah dan dapat dibeli secara umum
•Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus
•Dapat digunakan sebagai metoda kontrasepsi sementara
Keterbatasan
•Efektifitas tidak terlalu tinggi
•Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan
•Agak mengganggu hubungan seksual karena mengurangi sentuhan langsung
•Pada beberapa klien menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi
•Harus selalu tersedia setiap klai berhubungan seksual
•Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum
•Pembuangan kondom bekas dapat menimbulkan masalah limbah

b.Spermisida
Defenisi
Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9) yang digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Spermisida ini dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal; suposituria; dissolvable film, dan krim.

Cara kerja
Spermisida ini menyebabkan sel membran sperma terpecah, memperlambat gerakan sperma, dan menurunkan kemampuan sperma untuk membuahi sel telur.

Pilihan
•Aerosol (busa) efektif segera setelah insersi
•Busa spermisida dianjurkan apabila digunakan hanya sebagai metoda kontrasepsi
•Tablet vaginal, suposituria, dissolvable film penggunaannya disarankan menunggu 10-15 menit sesudah dimasukkan sebelum hubungan seksual
•Jenis spermisida jeli digunakan dengan diafragma

Manfaat
•Efektif seketika (busa dan krim)
•Tidak mengganggu produksi ASI dan mampu melindungi dari IMS
•Bisa digunakan sebagai pendukung metoda lain
•Tidak mengaggu kesehatan klien
•Tidak memiliki pengaruh sistemik
•Mudah digunakan
•Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual
•Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus
Keterbatasan
•Efektivitas kurang
•Efektivitas sebagai kontrasepsi bergantung pada kepatuhan mengikuti cara penggunaan
•Ketergantungan pengguna dengan memakai setiap melakukan hubungan seksual
•Pengguna harus menunggu 10-15 menit untuk tablet vaginal, suposituria, dissolvable film
•Efektivitas aplikasi hanya 1-2 jam

Seleksi klien pengguna spermisida
Spermisida
Sesuai untuk klien yang: Tidak sesuai untuk klien yang:
•Tidak menyukai metoda kontrasepsi hormonal seperti perokok atau usia di atas 35 tahun
•Tidak menyukai penggunaan AKDR
•Menyusui dan perlu kontrasepsi
•Memerlukan proteksi terhadap IMS
•Memerlukan metoda sederhana sambil menunggu metoda yang lain • Berdasarkan umur & mslh kesehatan mybbkn kehamilan dg resiko tinggi
•Terinfeksi saluran uretra
•Tidak stabil secara psikis atau tidak suka menyentuh alat kelamin
•Mempunyai riwayat sindrom syok karena keracunan
•Ingin metoda KB efektif
Penaganan efek samping dan masalah lain
Efek samping dan masalah Penanganan
Iritasi vagina Periksa adanya vaginitis atau IMS. Jika penyebabnya spermisida, alihkan ke spermisida lain dengan komposisi berbeda / bantu pemilihan metoda lain
Iritasi penis dan rasa tidak nyaman Periksa IMS. Jk pyebabnya spermisida, alihkan ke spermisida lain dg komposisi berbeda / bantu pemilihan metoda lain
Gangguan rasa panas di vagina Periksa reaksi alergi atau terbakar. Yakinkan bahwa rasa hangat adalah normal. Jika tidak ada perubahan alihkan ke spermisida lain dengan komposisi berbeda atau bantu pemilihan meoda lain
Kegagalan tablet tidak larut Alihkan k spermisida lain dg komposisi berbeda atau bantu pemilihan meoda lain

Cara penggunaan/instruksi bagi klien
• Cuci tangan dg sabun & air mengalir sblm mgisi aplikator & insersi spermisida
• Gunakan spermisida tiap berhubungan intim
10-15 menit
à• Jarak tunggu setelah tablet vagina atau supposituria dimasukkan
• Tidak ada jarak tunggu setelah memasukkan busa
• Ikuti petunjuk cara penggunaan dan cara penyimpanan
• Tempatkan spermisida jauh dalam vagina sehingga serviks terlindungi dg baik

Aerosol (Busa)
• Kocok tempat aerosol 20-30 menit sebelum digunakan
• Tempatkan kontainer dengan posisi ke atas, letakkank aplikator pada mulut kontainer dan tekan aplikator untuk mengisi busa
• Sambil berbaring, lakukan insersi aplikator ke dalam vagina mendekati serviks, dorong sampai busa keluar
• Aplikator segera dicuci dengan sabun dan air, tiriskan dan keringkan. Jangan berbagi aplikator bersama orang lain

Tablet vagina atau supposituria
• Cuci tangan sebelum membuka paket
• Lepaskan tablet/supposituria dari paket
• Sambil berbaring, masukkan talet/supposituria jauh ke dalam vagina
• Tunggu 10-15 menit sebelum melakukan hubungan seksual
• Sediakan selalu ekstra pengadaan tablet maupun supposituria
Krim
• Insersi kontrasepsi krim setelah dikemas ke dalam aplikator sampai penuh, masukkan ke dalam vagina sampai mendekati serviks
• Tekan alat pendorong sampai krim keluar. Tidak perlu menunggu kerja krim
• Aplikator harus dicuci dengan sabun dan air sesuai dengan pencegahan infeksi untuk alat-alat, tiriskan dan keringkan
• Untuk memudahkan pembersihan alat, pisahkan bagian-bagiannya. Jangan berbagi aplikator dengan orang lain. Sediakan selalu ekstra krim dirumah

c. Diafragma
Defenisi
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks.

Jenis-jenis diafragma
• Flat spring (flat metal band)
• Coil spring (coiled wire)
• Arching spring (kombinasi metal spring)

Cara kerja: Menahan sperma agar tidak mendapatkan akses mencapai saluran alat reproduksi bagian atas (uterus& tuba falopii) dan sebagai alat tempat spermisida.

Manfaat
• Efektif bila digunakan dngan benar
• Tidak mengganggu produksi ASI
• Tidak mengganggu hub seksual krn telah terpasang sampai 6 jam sebelumnya
• Tidak mengganggu kesehatan klien
• Tidak mempunyai pengaruh sistemik

Keterbatasan
• Efektivitas sedang (bila digunakan dengan dengan spermisida angka kegagalan 6-18 kehamilan per 100 perempuan per tahun pertama)
• Keberhasilan sbg kontrasepsi bergantung pd kepatuhan mgikuti cr penggunaan
• Motivasi diperlukan berkesinambungan dg mnggunakannya stiap berhub seksual
• Pemeriksaan pelvik o/ petugas kes terlatih diperlukan utk memastikan ketepatan pemasangan
• Pada beberapa pengguna menjadi penyebab infeksi saluran uretra
• Pada 6 jam pasca hubungan seksual, alat masih harus berada di posisinya

Seleksi klien pengguna diafragma
Diafragma
Sesuai untuk klien yang: Tidak sesuai untuk klien yang:
• Tidak menyukai metoda kontrasepsi, seperti perokok, atau di atas usia 35 tahun
• Tidak menyukai penggunaan AKDR
• Menyusui dan perlu kontrasepsi
• Memerlukan proteksi terhadap IMSmemerlukan metoda sederhana sambil menunggu metoda lain • Berdasarkan umur serta masala kesehatan menyebabkan kehamilan menjadi beresiko tinggi
• Terinfeksi saluran uretra
• Tidak stabil secara psikis atau tidak suka menyentuh alat kelaminnya
• Mempunyai riwayat sinrom syok karena keracunan
• Ingin metoda KB efektif


Penanganan efek samping
Efek samping Penanganan
Infeksi saluran uretra Pengobatan dengan antibiotika yg sesuai, apabila diafragma mjd pilihan utama dlm ber-KB. Sarankn segera mengosongkan kandung kemih stlh melakukan hub seks atau sarankan memakai metoda lain
Dugaan adanya reaksi alergi diafragma atau dugaan adanya reaksi alergi spermisida Walaupun jrg tjd, terasa krg nyaman dan mgkn berbahaya. Jk ada gjl iriasi vagina, khususnya pasca senggama,tdk mengidap IMS, berikan spermisida yg lain atau bantu memilih metoda lain
Rasa nyeri pada tekanan terhadap kandung kemih/rektum Pastikn ketepatan letak diafragma apabila alat terlalu besar. Cobalah dg ukuran yg lebih kecil. Tindak lanjut utk meyakinkan masalah telah tertangani
Timbul cairan vagina dan berbau jika dibiarkan lebih dari 24 jam Periksa IMS/benda asing dlm vagina. Jk tdk ada, sarankan mlepaskn diafragma stlh hub seks tapi tdk <6jam stlh hub yg terakhir. Stlh diangkat, diafragma dicuci dg hati-hati mggunakan sabun cair & air. Jika mengidap IMS, lakukan pemrosesan alat sesuai dengan pencegahan infeksi

Cara penggunaan/instruksi bagi klien
• Gunakan diafragma setiap kali berhubungan intim
• Diafragma dipasang beberapa saat sebelum berhubungan intim, oleh karena itu vesika urinaria perlu dikosongkan terlebih dahulu dan cuci tangan
• Tes bahwa diafragma tidak berlubang (dengan air/cahaya)
• Oleskan kira-kira satu sendok the spermisida pada dasar diafragma dan disekeliling diafragma
• Posisi yang memudahkan prosedur adalah dengan mengangkat satu kaki dan meletakkannya ke atas kursi/dudukan toilet. Diafragma juga dapat dipakai sambil berbaring atau jongkok
• Lebarkan kedua bibir vagina
• Pegang diafragma dengan erat, masukkan ke dalam vagina jauh ke belakang dengan bagian yang mengandung spermisida menghadap ke serviks. Dorong bagian depan ke pinggiran atas di balik tulang pubis
• Masukkan jari ke vagina sampai menyentuh serviks, sarungkan karetnya dan pastikan serviks telah terlindungi
• Bila setelah 6 jam diafragma masih berada di dalam vagina atau masih ingin melakukan hubungan seksual, maka spermisida harus dioleskan kembali
• Lepaskan diafragma maksimal 6 jam setelah hubungan seksual terakhir. Ingat, hindari pemakaian diafragma selama 24 jam untuk mencegah infeksi
• Untuk mengeluarkan diafragma, tarik bagian depan diafragma kemudian tarik ke bawah dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah

d. Cap cerviks
Bentuk dan cara penggunaan cap serviks sama dengan diafragma tapii memiliki ukuran yang lebih kecil. Karena ukurannya yang lebih kecil darii diafragma, cap serviks ini tidak menyebabkan tekanan pada VU sehingga cap ini dapat dipakai selama 48 jam dan tambahan ulang spermisida tidak dibutuhkan. Cap ini tidak harus dilepas selama 6 jam setelah hubungan seksual terakhir, cara pemasangannya dan pelepasannya sama dg diafragma tetapi lebih sulit krn ukurannya yang lebih kecil.

e. Alat kontrasepsi dalam rahim
• Sangat efektif, reversibel, dan berjangka panjang
• Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak
• Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan
• Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
• Tidak boleh dipakai oleh wanita yang terpapar IMS
Jenis
• Inert, dari plastik ( lippes loop ) atau baja anti karat ( the chinese ring )
• Mengandung tembaga seperti CuT 380A, CuT 200C, dll
• Mengadung hormon steroid

Cara kerja
Sampai saat ini mekanisme kerja AKDR belum diketahui secara pasti. Pendapat terbanyak mengatakan AKDR menimbulkan reaksi radang pada endometrium dengan serbukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma. AKDR yang mengandung tembaga juga menghambat khasiat anhidrase karbon dan fosfatase alkali, memblok bersatunya sperma dan ovum, mengurangi jumlah sperma yg mencapai tuba falopii, dan menginaktifkan sperma. AKDR yang mengeluarkan horman juga menebalkan lendir serviks hingga menghalangi pergerakan sperma.

Keuntungan
• Efektifitas tinggi (0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama
• AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
• Metoda jangka panjang (CuT 380A mempunyai jangka proteksi 10 tahun)
• Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
• Tidak mempengaruhi hubungan seksual
• Meningkatkat kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil
• Tidak ada efek samping hormonal terhadap CuT 380A
• Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
• Dapat dipasang segera setelah abortus atau melahirkan
• Dapat digunakan sampai menopause
• Tidak ada interaksi dengan obat-obatan

Kerugian
• Efek samping yang umum terjadi:
1. Perub siklus haid (umumnya pd 3 bln I dan akan berkurang setelah 3 bulan)
2. Haid lebih lama dan banyak
3. Spotting antar menstruasi
4. Haid terasa lebih sakit
• Komplikasi lain:
1. merasakan sakit selama 3-5 hari setelah pemasangan
2. perdarahan berat waktu haid atau diantaranya dapat memungkinkan terjadinya anemia
3. perforasi dinding uterus

• Tidak mencegah IMS termasuk HIV
• Tidak baik digunakan pada wanita dengan IMS atau sering berganti pasangan
• Penyakit radang panggul terjadi sesudah wanita dengan IMS menggunakan AKDR. Hal ini dapat memicu infertilitas
• Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik perlu dilakukan dalam pemasangan AKDR. Beberapa wanita mungkin takut dengan prosedur ini
• Sedikit nyeri dan perdarahan terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari
• Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri. Pelepasan AKDR dilakukan oleh petugas terlatih
• Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui
• Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik
• Wanita harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini, wanita harus memasukkan jarinya ke dalaam vagina. Sebagian perempuan tidak mau melakukan ini

Persyaratan pemakaian. Yang dapat menggunakan:
• Usia reproduktif
• Keadaan nullipara
• Menginginkan kontrasepsi jangka panjang
• Menyusui dan ingin memakai kontrasepsi
• Setelah melahirkan dan tidak menyusui
• Setelah abortus dan tidak ada tanda infeksi
• Resiko rendah IMS
• Tidak menghendaki metoda hormonal
• Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil
• AKDR juga dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan misalnya perokok, pasca abortus, gemuk/kurus, sedang menyusui, penderita tumor jinak payudara, penderita kanker payudara, pusing-pusing,hipertensi,varises, penderita penyakit jantung, pernah menderita stoke, penderita diabetes, penderita penyakit hati/empedu, malaria, penyakit tiroid, epilepsi, setelah pembedahan pelvik.

Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR
• Sedang hamil atau kemungkinan hamil
• Perdarahan per vagina yang tidak diketahui penyebabnya
• Penderita infeksi alat genital
• Sering menderita PRP atau abortus septik
• Penyakit trofoblas yang ganas
• Penderita TBC pelvik
• Kanker alat geintal
Penanganan efek samping yang umum dan permasalahan yang lain
Efek samping Penanganan
Amenorea Periksa apakah sedang hamil, jika tidak jangan lepaskan AKDR, lakukan konseling dan selidiki penyebab amenorea. Jika diketahui hamil, sarankan untuk melepas AKDR apabila talinya keluar dan kehamilan kurang 13 minggu. Jika kehamilan besar 13 minggu dan benang tidak terlihat, AKDR jangan dilepaskan. Apabila klien sedang hamil dan tetap ingin mempertahankan kehamilan tanpa melepaskan AKDR, jelaskan adanya kemungkinan kegagalan kehamilan dan infeksi
Kejang Pastikan dan tegaskan adanya PRP dan penyebab lain kejang. Tanggulangi penyebabnya bila ditemukan. Apabila tidak ditemukan, beri analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang berat, lepas AKDR dan anjurkan metoda lain
Perdarahan vagina hebat dan tidak teratur Pastikan adanya infeksi pelvik dan kehamilan ektopik. Apabila perdarahan berlanjut, lakukan pemantauan
Benang yang hilang Pastikan ada kehamilan/tidak. Tanyakan apakah AKDR terlepas. Apabila tidak hamil dan AKDR tidak terlepas, gunakan kondom. Periksa keberadaan benang dalam cavum uteri atau saluran endoserviks. Apabila tidak ditemukan, rujuk ke dokter untuk x-ray atau USG
Adanya pengeluaran dari vagina/dicurigai PRP Lepaskan AKDR bila ditemukan infeksi kelamin dan anjurkan menggunakan metoda lain

Waktu penggunaan
• Setiap waktu dalam siklus haid yang dapat dipastika klien tidak hamil
• Hari pertama sampai ke tujuh siklus haid
• Segera stlh melahirkan, selama 48 jam pertama atau 4 minggu pascapersalinan
• Setelah abortus apabila tidak ada gejala infeksi
• Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi

Petunjuk bagi klien
• Kembali memeriksakan diri setelah 4-6 minggu pemasangan AKDR
• Slm bln I pemakaian AKDR, periksa benang AKDR scr rutin t.u stlh menstruasi
• Setelah bulan pertama kehamilan, benang diperiksa bila: kejang/kram pada perut bagian bawah, spotting setelah senggama, nyeri setelah senggama atau pasangan tidak nyaman dalam bersenggama
• CuT 380A perlu dilepas setelah 10 tahun tetapi dapat dilakukan lebih awal
• AKDR tidak mencegah penularan IMS, maka gunakan kondom jika pasangan beresiko
• Kembali ke klinik apabila; benang tidak teraba, bagian keras AKDR teraba, AKDR terlepas, terjadi pengeluaran vagina yang mencurigakan, adanya infeksi
Pemasangan Iud Cooper T380a
Alat dan bahan :
1. IUD COOPER T380A
2. Sarung tangan 2 pasang
3. Spekulum cocor bebek
4. Tenakulum
5. Sonde uterus
6. Lampu sorot atau senter
7. Gunting
8. Kom berisi povidon iodin
9. Kasa
10. Klorin 0,5

Cara pemakaian
A. Persiapan pasien
• Lakukan konseling agar pasien mantap. Minta pasien buang air kecil dulu dan ersihkan kemaluan dengan sabun. Siapkan peralatan, cek tanggal kadaluarsa IUD.
• Cuci tangan selama 15-30 detik dengan air mengalir dan bersihkan tangan dengan handuk kering dan bersih. Kenakan sarung tangan dengan baik dan steril.
• Periksa genitalia eksterna, awasi adanya luka bernanah, kelenjar bartolin yang membesar, kelenjar getah bening yang membesar, kelenjar getah bening yang membesar.
• Pasang spekulum dengan jari telunjuk kiri, menekan bagian bawah.
• Pada inspekulo lihat porsio, awasi adanya erosi, fluor yang ada normal atau tidak. Tutup spekulo, miringkan dan keluarkan.
• Lakukan pemeriksaan dalam bimanual, awasi adanya nyeri goyang, besar dan arah uterus, masa di adneksa.
• Bersihkan ujung sarung tangan dala larutan klorin dalam ember, lepas dan masukan dalam ember.

B. Persiapan IUD
• Siapkan bagian-bagian alat : leher biru, pendorong, kertaspengukur, kertas transparan, kertas biasa, tabung, IUD.
• Yakinkan IUD berada pada tabung, jika berada di luar dorong masuk. Jika tali IUD keluar seluruhnya dari tabung, IUD tidak dapat dipakai. Letakan di tempat bersih, keras, datar dan IUD disisi kri.
• Buka kertas transparan 1/3 bagian, angkat ke atas vertikal, angkat bagian belakang seperti membuka pisang. Keluarkan pendorong, masukan kedalam tabung IUD. Kembalikan kertas bagian belakang, letakan ditampat datar lagi. Tahan kedua lengan iud dengan ibu jari dengan jari telunjuk tangan kiri. Dorong kertas pengukur keatas sampai rasa ada tahanan. Dorong tabung sampai kedua lengan terlipat. Tarik tabung kebawah seikit, angkat keatas. Masukan kedua lengan kedalam tabung.

C.

Pemasangan IUD
• Kenakan sarung tangan. Pasang spekulum dan kunsci. Ambil kasa demgan cunam tampon, celupkan dalam povidon iodin, masukan kedalam dan bersihkan 2-3 kali.
• Pasang tenakulum pada porsio di jam 11 sekkitar 1 cm dari porsio. Masukan sonde dengan notouch technique, tarik tenakulum kearahluar agar uterus dan saluran-salurannya berada dalam satu garis lurus, ukur panjang uterus. Keluarkan somde dalam keadaan mendatar. Tera panjang uterus pada kertas pengukur iud denagn meletakan ujung sonde pada garis biru atau merah dan memakai salah satu huruf sebagai ukuran batas
• Letakan tabung IUD sehingga leher biru bagian depan berada di batas huruf diatas.
• Tahan leher biru dengan telunjuk. Dorong tabung sampai ujung t (iud) sampai garis batas
• Buka plasti seluruhnya. Ambil iud dengan ibu jari dan telunjuk dengan posisi mendatar atau sejajar dan gunakan tiga jari sebagai alasnya.
• Masukan kedalam uters (porsio) sampai terasa tahanan tarik tenakulum. Pegang tenakulum dan pendorong dengan tangan kiri.
• Tahan pendorong, tari tabung sampai bertemu pangkal pendorong, keluarkan pendorong, dorong tabung sampai terasa ada tahanan. Lepas tenakulum
• Tarik tabung sampaii terlihat benang 3-4 cm dari porsio. Potong dengan benang dengan gunting
• Keluarkan tabung. Perhatikan bekas jepitan tenakulum berdarah atau tidak bila perlu ditekan degan kasa steril. Buka spekulum lalu lepas sarung tangan. Terangkan kepada ibu bahwa iud dapat dipertahankan selama 10 tahun, 1 minggu lagi ibu harus datang untuk kontrol atau ibu, diminta datang segera bila panas, berdarah banyak atau sakit diminta menunggu 15-20 menit di ruang tunggu sebelum pulang bila tidak pusing. Diberi tahu cara merawat tali IUD yaitu dengan membersihkan kemaluan dengan air sabun, jongkok, dan dengan jari, raba apakah masih ada tali di kemaluan
• Catat dibuku: tanggal, jenis IUD dan nama pemasang


4. Metoda Pembedahan / Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap ( kontap ) terdapat pada pria dan wanita merupakan metoda KB paling efektif, murah, aman, dan mempunyai nilai demografi yang tinggi.

a. Kontap Pada Wanita ( Tubektomi )
TUBEKTOMI adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur yang menyebabkan wanita bersangkutan tidak hamila lagi. Merupakan alat kontrasepsi paling efektif dengan angka kegagalankurang dari 1% ( kapita selakta, FKUI 2001 )

Keuntungan Tubektomi
• Sangat efektif
• Permanen
• Tidak mempengaruhi proses menyusui
• Tidak bergantung pada faktor senggama
• Baik bagi klien apabila kehanilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius
• Pembedahan sederhana dan dapat dilakukan dengan anastesi local
• Tidak ada efek samping dalam jangka waktu panjang
• Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual
• Berkurangnya resiko kanker ovarium

Yang Dapat Menjalani Tubektomi
• Usia > 26 tahun
• Peritas > 2
• Yakin telah mempunyai besar keluarga ayng sesui dngan kehendak
• Pada kehamilannya akan menimbulakn resiko kesehatan yang serius
• Pascapersalinan
• Pascakeguguran
• Apham dan secara sukareka setuju dengan prosedur ini

Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
• Hamil
• Perdarahan vaginal yang belum terjelasajn
• Infeksi sistemik atau pelvic yang akut
• Tidak boleh menjalani proses pembedahan
• Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
• Belum memberikan persetujuan tertulis

Kapan dilakukan
• Setiap wkt slm siklus mens apabila diyakini secara rasional klien tsb tidak hamil
• Hari ke 6 – 13 siklus menstruasi ( fase proliferasi )
• Pasca persalinan
• Minilap : didalam waktu 2 hari atau setelah 6 mgg atau 12 mgg
• Laparoskopi : tidak tepat untuk klien pasca persalinan
• Pasca keguguran
• Triwulan I: dlm wkt 7hr slm tdk ada bukti infeksi pelvic (minilap/laparoskopi)
• Triwulan II: dlm wkt 7hr sepanjang tidak ada bukti ( minilap saja )
JENIS – JENIS STERILISASI TUBA
a. Prosedur irving
Merupakan pemotongan tuba falopi dan pemisahan kedua potongan tuba ini dari mesosalping sehingga cukup untuk menimbulkan segmen medial tuba tersebut yang ujungnya ditanam dalam terowongan pada miometrium di sebalah posterior, dan segmen lateral yang pendek, yang ujung proksimalnya kemudian ditanam didalam mesosalping

b. Prosedur pomeroy
Menggunakan catgut untuk mengikat gulungan tuba falapi, karena dasar dari prosedur ini terdapat pada absorbsi segera ikatan tersebut dan selanjutnya ujung tuba yang dipotong akan terpisah karena acap kali terbungkus oleh jarinagn fibrosa yang terbentuk

c. Prosedur parkland
Dirancang untuk menghindari pendekatan ujung – ujung tuba falopi yang sering terjadi pada prosedur pomeroy. Dengan menginsisi dinding abdomen dibawah umbilicus yang secara khas dilakukan cukup panjang untuk memungkinkan pemasangan retractor.

d. Prosedur madlener
Buku tuba dirusak dan diikat dengan jahitan yang tudak bisa diserap tetapi tidak direseksi. Penggunaannya tidak dianjurkan.

e. Fibriektomi
Fibrie dijepit dengan sebuah kle, bagian proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutra. Atau dengan cut gut yang tidak mudah diabsorsipengangkatan semua fibrie untuk menghasilkan sterilisasi . Kemudian dagian distal dari jepitan diotong.

TEKNIK OPERASI
Minilaparatomi
Hanya diperlukan sayatan kecil ( sekitar 3 cm ) diperut bwaah, maupun pada lingkar pusat bawah
Baik pada masa interval maupun pascapersalinan , pengambilan tuba dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat lalu dikeluarkan, diikat, dan dipotong sebagia. Setelah itu dinding perut ditutup kemabli,luka sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril apabial tidak ditemukan masalah yang berarti klien dapat dipulangkan setalah 2-4 jam.

Laparoskopi
Memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang terlatih.
KEGAGALAN STERILISASI TUBA
Kegagalan metoda ini dapat terjadi akibat kagagalan metoda itu sendiri atau atau akibat pelaksanaan operasi sterilisasi yang tidak baik. Kegagalan metode reaksi yang paling sering diikuti pembentukan fistula atau reanastomose yang spontan. Kemudian terdapat kegagalan pada alat mekanis yang dipasang yang mengalami cacat atau ditempatkan secara tidak tepat

SINDROMA PASCA LIGASI TUBA
• Keluhan terganggu atau tidak enak pada panggul
• Pembentukan kista ovari khususnya menorhagia
• Dilaporkan memiliki kadar estradiol yang tinggi dan progesterone serum yang rendah bila disbanding kelompok control yang normal

Komplikasi
• Komplikasi estetika
• Koagulasi tanpa dikehendaki pada struktur yang penting
• Emboli pulmoner yang kadang – kadang dijumpai dan kegagalan untuk menghasilkan kemandulan tanpa disadari, mengakibatkan kehamilan ektopik yang ditangani secara keliru
• Anastesi

INFORMASI BAGI KLIEN
• jaga luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi ativitas normal secara bertahap
• hindari hubungan intim hingga merasa cukup nyaman. Setelah itu mulai kembali melakukan hubungan intim, hentikan bila merasa kurang nyaman
• hindari mengangkat benda – benda berat dan bekerja keras selam 1mgg
• kalau sakit, minumlah 1 atau 2 tablet analgesic setiap 4-6 jam
• jadwalkan sebuah kunjungan pemeriksaan secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah pembedahan.
• Kembalilah setiap waktu apabila anda menghendaki perhatian tertentu, atau terdapat tanda – tanda yang tidak biasa
• Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relative lazim dialami karena gas di bawah diafragma, sekunder terhadap pneumoperitonium
• Tubektomi efektif setelah operasi
• Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa. ( apabila mempergunakan metode hormonal sebelum prosedur , khusus PK atau KSK, umlah dan durasi haid dapat meningkat setelah pembedaahn
• Tubektomi tidak memberikan perlindungan terhadap penyakit menular sseksual


b. KONTAP PADA PRIA ( VASEKTOMI )
Profil
• Sangat efektif dan permanent
• Tidak ada efeksamping jangka panjang
• Tindak bedah yang aman dan sederhana
• Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan
• Konseling dan inform consent mutlak diperlukan

VASEKTOMI adalah prosedur klinik untuk menghenrtikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.

INDIKASI
Upoaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi mengancam atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluaga.

KONDISI YANG MEMERLUKAN PERHATIAN KHUSUS BAGI TINDAKAN VASEKTOMI
• Infeksi kulit pada daerah operasi
• Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien
• Hidrokel atau varikokel yamh besar
• Hernia inguinalis
• Filariasis / elefantiasis
• Undesensus testikularis
• Massa intraskrotalis
• Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan antikoagulansia

INFORMASI BAGI KLIEN
• Prosedur vasektomi tidak mengganggu hormon pria atau menyebabkan perubahan kemampuan dan kepuasan seksual
• Setelah prosedur vasektomi gunakan metoda kontrasepsi terpilih hingga spermatozoa yang tersisa dalam vesikula seminalis telan dikeluarkan seluruhnya. Secara empiric, sperma analisis akan menunjukkan hasil negativ setelah 15-20 kali ejakulasi
• Pertahakan band aid pada luka operasi selama 3 hari
• Luka yang sedang dalam penyembuhan jangan ditarik – tarik atau digaruk
• Boleh mandi setekah 24 jam, asal daerah luka tidak basah. Setelah 3 hari lka boleh dicuci dengan sabun atau air
• Pakailah penunjang skrotum, usahakan daerah operasi kering
• Jika nyeri, berikan 1-2 tablet analgetik spt parasetamol/ibuprofen tiap 4-5 jam
• Hindari mengangkat berang berat dan kerja keras untuk tiga hari
• Boleh bersenggama sesudah hari ke 2-3. Namun untuk mencegah kehamilan, pakailah kondom atau cara kontrasepsi lain selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15-20 kali
• Periksa semen 3 bulan pascavasektomi atau sesudah 15-20 kali ejakulasi
PELAKSANAAN VASEKTOMI
Tempat pelayanan vasektomi : dapat dilakukan difasilitas kesehatan umu yang mempunyai ruang tindakan bedah minor dengan persyaratan :
 Mendapat penerangan yang cukup
§
 Lantainya terbuat dari semen atau keramik sehingga mudah dibersihkan bebas debu dan serangga
§
 Sedapat mungkin dilengkapi alat pengetur suhu ruangan
§

Teknik Vasektomi Standar
medikasi prabedah dan anastesi:
bila klien nampak sangat gelisah tanpa penyebab yang jelas maka dapat diberikan diazepam 5-10 mg peroral, 30-40 menit sebelum operasi. Anastesi yang digunakan haruslah anastesi local.

Tujuan anastesi: Menghilangkan nyeri & rs tak enak, Mengurangi stress & cemas
Tata cara :
1. Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi telentang
2. Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis, dan bag dlm pangkal paha kanan dbrsihkn dg cairan yg tdk merangsang seperti larutan iodofor ( betadine ) 0,75% atau larutan klorheksidin ( hibiscrub ) 4%. Bila ada bulu cukur terlebihdahulu.
3. Tutup daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang, pada daerah skrotum ditonjolkan keluar
4. Tepat dilinea mediana diatas vasdeferens, kulit skrotum diberi anastesi local ( prokain atau novokain ) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan didaerah distal serta proksimal vasdeferens dideponir lagi masing – masing 0,5 ml
5. Kulit skrotum diiris longitudinal 1-2 cm, tepat diatas vasdeverens yang ditonjolkan kepermukaan kulit
6. Setelah kulit dibuka vasdeferens dipegang dengan klem, disiangi sampai tampak vasdeferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obot anastesi kedalam fasia vasdeferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan sayatan rata hingga memudahkan penjahitan kemabli. Setelah fasi vasdeferens di buka terlihat vasdeverens berwarna putih nengkilat seperti mutiara. Selanjutnya vasdeferen dan fasi dibebaskan dengan gunting halus berujang runcing
7. Jepitlah vasdeverens dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat ajngan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vasdeferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titk perdarahan, jangan terlalu banyak, karena daapt menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensialisis yang berakibat kematian testis itu sendiri.
8. Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm. Gunakan benang sutra n0. 00,0 atau satu untuk mengikat vasdeferens tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vasdeferens
9. Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi fasi vasdeferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vasdeferens bagian distal dibenamkan dalam fasia dan vasdeferens bagian proksimal terletak diluar fasia. Cara ini akan mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi
10. Lakukan tindakan diatas untuk vasdeferens kanan dan kiri, setelah selesai, tutuplah kulit engan 1-2 jahitan . Kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester.

Tekhnik vesektomi yang lain :
1. Insisi kulit dilakukan sagital atau transversal.
2. Fiksasi vasdeferens dengan menusukkan jarum di baeah vas deferens dengan menembus kulit
3. Cara mengikat vas deferens ada beberepa amcam :
a. Kedua ujung diikat tumpang tindih
b. Keduaujung dibelokkan dan diikat
c. Hanya satu ujung yang di belokkan
d. Hany saalh satu ujung saja yang diikat, sehingga dari avsdeferens yang proksimal sperma bisa keluar

KEGAGALAN VASEKTOMI
Dianggap gagal bila :
 Pada analisa sperma setelah 3 bulan pasca vasektomi atau setelah 15-20 kali ejakulasi masih dijumpai sperma
§
 Dijumpai sperma setelah sebelumnya azoospermia
§
 Istri hamil
§

HAK-HAK KONSUMEN KB
1. Hak atas informasi , yaitu hak untuk mengetahui segala manfaat dan keterbatasan pilihan metode perencanaan keluarga
2. Hak akses, yaitu hak memperoleh pelayanan tanpa membedakan jenis kelamin, agama, dan keperceyaan dan suku, status sosial, status perkawinan, dan lokasi
3. Hak pilihan, yaitu hak untuk memutuskan secara bebas tanpa paksaan dalam memilih dan menerapkan metode keluarga berencana
4. Hak keamanan, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan yang aman dan efektif
5. Hak privasi, setiap konsumen keluarga berencana berhak untuk mendapatkan privasi atau bebas adri gangguan serta campur tangan orang lain dalam konseling dan pelayanan keluarga berencana
6. Hak kerahasiaan, yaitu hak untum mendapatkan jaminan rawat infomasi pribadi yang diberikan akan dirahasiakan
7. Hak harkat, yaitu hak mendaptkan pelyanan scr mausiawi, penuh penghargaan dan perhatian
8. Hak kenyamanan, yaitu setiap konsumen keluarga berencana berhak untuk memperoleh kenyamanan dalam pelayanan
9. Hak berpendapat, yaitu hak untuk menyatakan pendapat secara bebas terhadap pelayanan yang ditawarkan
10. Hak keberlangsungan, yaitu hak untuk mendapatkan ketersediaan metode keluarga berencana seara lengkap dan pelayanan yang berkesinambungan selama diprlukan
11. Hak ganti rugi, yaitu hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila terjadi pelanggaran terhadap hak konsumen
meri_psikfkua_a040 komentar

Jumat, 2007 November 16

Komplikasi Intranatal Kelompok II A’04

INDUKSI PERSALINAN


I. Defenisi
Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.

II. Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena:
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
Pertumbuhan janin makin melambat.
Terjadi perubahan metabolisme janin.
Air ketuban berkurang dan makin kental.
Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well health mother dapat tercapai.

Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau menderita diabetes.
Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi:
Aborsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan).
Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan eklamsi.
Hidramnion.
Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis.
Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistansi insulin meningkat.
Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan
Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur.
Mempunyai riwayat hipertensi.
Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan kesadaran mental dan tingkat kesadaran.

Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis.
Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.
Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.

Indikasi pokok untuk induksi persalinan:
1. Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan.
2. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa sakit atau masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.

Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia berat.
Kontra indikasi induksi persalinan antara lain adalah:
Bagi ibu
Plasenta previa.
Grande multipara.
Infeksi herpes genital aktif.
Riwayat insisi uterus klasik atau bedah uterus.
Distensi rahim yang berlabihan, misalnya pada hidramnion.
Bagi bayi
Disproporsi sefalopelvis.
Malposisi dan malpresentasi janin.
Denyut janung janin yang meragukan.

III. Manifestasi klinis
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar.

IV. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen (< href="http://www.medicastore.com/">http://www.medicastore.com/. Kehamilan Beresiko Tinggi. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.ayahbunda-online.com/. Kelahiran. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.conectique.com/. Persalinan Normal dengan Induksi. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.info-sehat.com/. Tipe persalinan dengan Bantuan?. Diakses tanggal 7 September 2007.
Yulianti, Devi. 2005. Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta. EGC.

WOC
Plasenta menua
pe↓ jlh air ketuban
Pasokan maknan&O2↓
oligihidramnion
Gerakan janin terbatas
Tganggu proses ptumbuhan
Aliran darah-plasenta b’ubah
Kehamilan lewat waktu
Hipoksia janin
asfiksia
INDUKSI PERSALIAN
Sindrom gawat nafas
MK: resti krusakan ptukaran gas pd janin
Ketuban pecah dini
infeksi
Masuknya MO ke kantong amnion
Amnionitis dan plasentitis
Ketuban tlalu tipis
Pecah
Kontraksi belum tjadi
Amniotomi/ infuse oksitosin
Ibu mrasa t’ancam
MK:cemas


cemas
P’berian oksitosin
pe↑ kontraksi uterus blebihan
MK:nyeri
Hipertensi
pe↑ TD
pe↓ perfusi plasenta
Vasokontriksi pemb.darah
Ppindahan cairan intravaskuler ke intrasel
Lesi arteri uretroplasenta
Kontraksi uterus me↓
Rupture uterus
MK: resiko cidera












SEKSIO CAESAREA
I. Defenisi
Adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)..(dunn j. Leen obstetrics and gynekology)
II. Etiologi
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
o Jalan lahir (passage)
o Janin (passanger)
o Kekuatan yang ada pada ibu (power)
III. Indikasi
Didasarkan atas 3 faktor :
Faktor janin.
Bayi terlalu besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
Kelainan letak
- Letak sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.

- Letak lintang.
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.

Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.

Janin abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
Plasenta
- Plasenta previa.
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ni menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
- Solusio plasenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
- Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
- Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.

Kelainan tali pusat.
- Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
- Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.

Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.

Faktor ibu
Usia
Ibu ynag melahirkan untuk pertama kalinya diatas 35th, memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.

Cephalopevic disspiroprion.
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban.
¨ Retensio plasenta atau plasenta rest, :gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta

b. Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh :
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi.
Perluakaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.
Terdapat retensio plasenta
Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.

c. Trauma tindakan operasi persalinan .
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut :
· Perluasan luka episiotomi
· Perlukaan pada vagian
· Perlukaan pada serviks
· Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
· Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
· Terjadi fistula dan ingkontinensia
2. Komplikasi pada janin
Terjadi ”trias komplikasi” bayi dalam bentuk : asfiksia, trauma tindakan, dan infeksi.
a. Asfiksia
¨ Tekanan langsung pada kepala yang mengakibatkan penekanan pusat-pusat vital pada medula oblongata
¨ Aspirasi oleh air ketuban, mekonium,dan cairan lambung
¨ Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.
b. Trauma langsung pada bayi
¨ Fraktura ekstremitas
¨ Dislokasi persendian
¨ Ruptur alat-alat vital :hati, lien dan robekan pada usus.
¨ Fraktur tulang kepala
¨ Perdarahan atau trauma jaringan otak
¨ Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.
c. Infeksi. Dapat terjadi infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.
Asuhan keperawatan pada klien post natal dengan SC
I. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, umur, tempat/tangal lahir, alamat, pekerjaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
· Nyeri bekas insisi
· Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah karena anestesi spinal dan epidural
· Ketidaknyamanan atau distensi abdomen dan kandung kemih
· Mulut terasa kering
· Perasaan penuh pada abdomen
· Kesulitan BAB
· Nyeri/ sakit kepala dan kelemahan
· Klien merasa cemas, gelisah, gembira atau ekspresi lainnya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
§ Riwayat pada saluran urogenital
§ Riwayat SC klasik
§ Riwayat obstetri yang jelek
§ Riwayat pre-eklamsia dan eklamsia selama kehamilan dan kehamilan sebelumnya
§ Riwayat tumor jalan lahir
§ Riwayat stenosis serviks / vagina pada post partum terdahulu
§ Riwayat primigravida tua
4. Riwayat kesehatan keluarga
o Riwayat DM
o Riwayat penyakit menular dalam keluarga
5. Riwayat menstruasi
o Siklus menstruasi
o Lama menstruasi
o Gangguan menstruasi seperti dismenorhea, hipermenorhea dll
o Umur menarche
6. Riwayat perkawinan
o Riwayat menikah
o Riwayat waktu pertama kali mendapat keturunan
7. Riwayat keluarga berencana
o Alat kb yang digunakan
o Lama & waktu penggunaan
o Efek yang dirasakan
Pemeriksaan fisik:
Tanda-tanda vital :tekanan darah, suhu, pernafasan dan nadi.
Keadaan umum. Kesadaran : composmentis
§ Klien terlihat cemas dan gelisah dan tidak mampu mempertahankan kontak mata, Bibir/ mulut kering
Sirkulasi : Kehilangan darah selama pembedahan sekitar 600-800 ml.
Reproduksi : Fundus mengalami kontraksi yang terdapat di umbilikalis, Aliran lochea sedang, bekas bekuan belebihan/ banyak.
Pernafasan : Bunyi paru jelas dan vesikuler
Eliminasi : Terpasang kateter urinarius redweling, urin jernih.
Abdomen : Tidak terdapat distensi, ukur jumlah bising usus.
Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah pengaruh anestesi spinal dan epidural
Keamanan : Balutan abdomen bersih atau bisa tampak sedikit noda .

Pemeriksaan diagnostik: 1. Hitung darah lengkap, Hb, Ht.
2. Urinalisis :kultur urin, darah, vagina, lochea.

II. Diagnosa keperawatan
Ketidaknyamanan : nyeri b.d trauma pembedahan, afek anestasi, efek hormonal, distensi kandung kemih / abdomen.
Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
Resiko cidera b.d kehilangan darah berlebihan, trauma jaringan, perlambatan mobilisasi, gastrik, efek anastesi,.
Ansietas b.d krisis situasi, ancaman konsep diri, kbutuhan tak terpenuhi.
Perubahan eliminasi urin b.d trauma urogenotal, efek-efek hormonal, efek enestasi
Konstipasi b.d penurunan tonus otot, motilitas usus, nyeri perineal dan rektal.
Perubahan proses keluarga b.d penambahan jumlah anggota keluarga
Harga diri rendah b.d merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
III. Intervensi keperawtan
Dx. 1 Ketidaknyamanan: nyeri b.d trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuannya : mengurangi nyeri yang dirasakan pasien dan meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan penurunan rentang nyeri
2. Tampak rileks, mampu tidur/ istirahat dengan baik.
3. Ttv dalam batas normal
No
Intervensi mandiri
Rasional
1
Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal&nonverbal
Membedakan karakteristik pasca operasi dan terjadinya komplikasi
2
Evaluasi tekanan darah dan nadi
Nyeri dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi
3.
Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya nyeri penyerta
Selama 12 jam pp, kontraksi uterus kuat dan teratur dan berlanjut sampai 2-3 hari, meskipun frekuensi dan intensitasnya menurun secara bertahap. Nyeri penyerta akibat over kontraksi uterus, menyusui.
4.
Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya dan berikan masase pungung
Merilekskan dan mengalihkan perhatian ari sensasi nyeri
5.
Palpasi kandung kemih
Overdistensi kandung kemih dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
6.
Anjurkan posisi berbaring datar
Merinagnkan gejala sakit kepala akibat peningkatan tekanan css

Intervensi kolaborasi

7.
Beri analgesik setiap 3-4 jam, berikan obat 48-60 menit sebelum menyusui
Meningkatkan kenyamanan

8.
Tinjau ulang penggunaan analgetik terkontrol dan sesuai indikasi
Analgetik yang terkontrol dapt menghilangkan nyeri dengan cepat dan tanpa efek samping

Dx 2. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
Tujuan :
infeksi tidak terjadi pada ibu
pencapaian tepat waktu pada pemulihan luka tanpa komplikasi
No
Intervensi mandiri
Rasional
1.
Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Resiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, sehingga meningkatkan resiko infeksi ibu dan janin.
2.
Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya: peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).
Pecah ketuban terjadi 24jam sebelum pembedahan dapat menyebabkan amnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
3.
Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah.
Menurunkan resiko infeksi asenden.

Intervensi kolaborasi

4.
Lakukan persiapan kulit pra operatif, scrub sesuai protokol.
Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca operrasi.
5.
Dapatka kultur darah, vagina, plasenta sesuai indikasi.
Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
6.
Catat hb, dan ht, catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
Resiko infeksi pasca melahirkan dan

EKSTRAKSI FORSEP/CUNAM
I. Definisi
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang dikepalanya.
Forsep mempunyai sejarah yang panjang. Mulai dengan penemuan Albucasis pada tahun 1112, yang lengkungannya mempunyai gigi, sehingga hanya dipakai untuk janin yang telah amti. Selanjutnya Chamberlein pada abad 17 menemukan forsep yang hanya mempunyai lengkungan kepala saja. Forsep Chamberlein dikembangkan oleh Kiellan. Lengkungan pelvis dikembangkan oleh Levret pada tahun 1747 dan Smellie tahun 1751 dan selanjutnya disempurnakan menjadi forsep Naegle.

Prinsip forsep adalah:
Kedua daun forsep dapat dipisahkan, kanan dan kiri.
Terjadi persilangan saat mengunci.
Setiap daun forsep mempunyai:
Blade-pemegang kepala dengan pintunya
Tangkai
Kunci
Pemegang untuk melakukan tarikan
Daun forsep mempunyai:
Lengkungan kepala untuk menjepit.
Lengkungan pelvis sesuai denngan jalan lahir.
Bentuk kuncinya
Sistem Inggris tanpa menyangga, dapat bergeser.
Sistem Prancis, dengan penyangga, tidak mungkin bergeser.

Fungsi forsep
Fungsi forsep yang sampai sekarang masih berlaku ialah:
1. Esktraktor
2. Rotator
3. Ekstraktor dan rotator bersama-sama
Pemilihan jenis cunam yang akan dipakai hendaknya disesuaikan dengan fungsi cunam
Tujuan pertolongan persalinan forsep:
Melakukan putaran sehingga hipomoklion terletak pada posisi yang tepat
Tarikan untuk pertolongan persalinan

Bentuk dan bagian-bagian forsep
Sepasang cunam terdiri dari 2 sendok, yaitu sendok kiri dan sendok kanan. Sendok kiri ialah sendok yang dipegang oleh tangan kiri dan diletakkan dis ebelah kiri panggul ibu. Sendok kanan ialah sendok yang dipegang oleh tangan kanan dan diletakkan dise belah kanan panggul ibu.

Sendok cunam mempunyai bagian-bagian sebagai berikut:
a. Daun cunam.
Bagian yang dipakai untuk mencengkam kepala janin. Umumnya mempunyai 2 lengkungan, yaitu lengkungan panggul (pelvic carve) ialah lengkungan daun cunam yang sdisesuaikan dengan lengkungan panggul dan lengkungan kepala (chepalic curve) ialah lengkungan daun cunam yang disesuaikan dengan lengkungan kepala janin.
Contoh daun cunam yang mempunyai lengkungan panggul dan hanya mempunyai lengkungan kepala saja, yaitu pada cunam Kielland.
Daun cunam dapat berlubang (fenstra) misalnya cunam Simpson dan cunam Naegele, dan solid, misalnya cunam Tucker Mc. Lane. Daun cunam yang solid dapat mencekam kepala lebih kuat.
b. Tangkai cunam (shank)
Bagian antara daun dan kunci cunam. Terdiri 2 macam : tangkai terbuka dan tangkai tertutup
c. Kunci cunam (lock). Terdiri dari:
Kunci Prancis : tangkai cunam dipersilangkan kemudian disekrup.
Kunci Inggris : kedua tangkai cunam disilangkan dan dikunci dg cara kait mengkait (interlocking) misalnya cunam Naegele.
Kunci Jerman : bentuk kunci cunam yang merupakan kombinasi antara bentuk kunci Perancis dan kunci Inggris, misalnya cunam Simpson.
Kunci Norwegia : bentuk kunci cunam yang dapat diluncurkan (slidinglock) misalnya cunam Kielland.
d. Pemegang cunam (handle)
Bagian yang dipakai memegang pada waktu ekstraksi.

Jenis forsep berdasarkan bentuknya :
Tipe Simpson
Bentuk cunam ini mempunyai tangkai cunam yang terbuka, sehingga lengkungan kepala lebih mendatar dan lebih besar. Bentuk cunam ini baik untuk kepala janin yang sudah mengalami moulase.
Tipe Elliot
Bentuk tipe cunam ini mempunyai tangkai yang tertutup, sehingga lengkungan kepala lebih bundar dan lebih sempit. Cunam jenis ini baik untuk kepala yang bundar dan belum mengalami moulase.
Tipe khusus
Ada bentuk khusus cunam, misalnya: cunam Piper yang dipakai untuk melahirkan kepala janin pada letak sungsang.

II. Etiologi
Melakukan tindakan ekstraksi forsep perlu memperhitungkan petunjuk (indikasi) yang tepat, sehingga komplikasinya ringan. Indikasi pertolongan ekstraksi forsep adalah:
Indikasi Ibu
Persalinan distosia (kemacetan persalinan)
· persalinan terlantar
· rupture uteri imminen
· kala dua lama
Profilaksis penyakit sistemik ibu: Gestosis, Hipertensi, Penyakit jantung, Penyakit paru-paru.
Indikasi Bayi
a. Distres janin
b. Kedudukan ganda kepala dengan:
· Anggota badan (ekstremitas)
· Prolapsus funikuli
Indikasi Waktu
Indikasi Pinard : 2 jam mengejan tidak lahir
Modifikasi Remeltz
· Setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitosin
· Tunggu 1 jam tidak lahir dilakukan ekstraksi forsep

Tindakan Pertolongan Persalinan Forsep
Bentuk persalinan forsep dapat dibagi menjadi:
Forsep rendah
· dilakukan setelah kepala bayi mencapai Hodge III atau lebih
· kepala bayi mendorong perineum, forsep dilakukan dengan ringan disebutkan outlet forsep
Forsep tengah
· pada kedudukan kepala antara Hodge II/III
· salah satu bentuk forsep tengah adalah forsep percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forsep berat, membuktikan terdapat disproporsi kepala-panggul. Forsep percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vakum.
Forsep tinggi
· dilakukan pada kedudukan kepala di antara Hodge I/II
· forsep tinggi sudah diganti dengan seksio sesarea
Aplikasi Ekstraksi Forsep
Persiapan
a. Persiapan untuk ibu
Posisi lithotomic
Rambut vulva dicukur
Kandung kemih dan rectum dikosongkan
Desinfeksi vulva
Infuse bila diperlukan
Narcosis bila diperlukan
Kain penutup pembedahan
Gunting episiotomi
Alat-alat untuk menjahit robekan jalan lahir
Uterotonika
b. Persiapan untuk janin
Alat-alat pertolongan persalinan
Alat penghisap lendir
Oksigen
Alat-alat untuk resusitasi bayi
c. Persiapan untuk penolong
1. Mencuci tangan
2. Sarung tangan suci hama
3. Baju operasi suci hama

Prosedur
Untuk meningkatkan keamanan operasi ekstraksi forsep hanya pada letak belakang kepala dalam operasi forsep rendah. Daun forsep dipasang melintang terhadap kepala dan melintang terhadap jalan lahir.
Aplikasi forsep dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Operator membayangkan pemasangan daun forsep melintang terhadap kepala bayi dan melintang terhadap jalan lahir.
2. Daun forsep kiri dipasang di sebelah kiri penderita dan dipegang oleh tangan kiri.
3. Pemasangan daun forsep kanan dengan tangan kanan dan dipasang di sebelah kanan penderita.
4. Teknik pemasangan daun forsep sebagai berikut:
· Dua jari tangan kanan masuk vagina sedalam mungkin
· Forsep dipegang tangan kiri seolah-olah memegang pensil, dengan gagang forsep berada di atas pelipatan paha.
· Daun forsep dipasang dengan tuntutan dua jari kanan
· Daun forsep didorong perlahan-lahan, sampai lengkungan forsep berada di tulang parietalis
· Setelah terpasang gagang forsep dijepit antara jari amnis dan kelingking tangan kiri.
· Dua jari tangan kiri dimasukkan ke dalam liang senggama. Forsep kanan dipegang dengan cara sama seperti forsep kiri, dimasukkan dengan tuntunan dua jari tangan kiri.
· Setelah kedua forsep ditempatkan sesuai dengan posisinya, forsep dikunci.
· Setelah terkunci dilakukan evaluasi, guna mencari apakah tidak terdapat bagian ibu (serviks) yang terjepit antara kepala janin dan daun forsep.
· Dilakukan tarikan percobaan, dengan ringan serta jari menyentuh kepala bayi
· Tarikan percobaan berhasil bila kepala bayi ikut tertarik
· Setelah tarikan percobaan berhasil, dilakukan tarikan definitive dengan melakukan tarikan cunam ke abwah sehingga hpomoklion berada di bawah simfisis
· Dilakukan tarikan ke atas untuk melahirkan ubun-ubun besar, hidung, muka-dagu, kepala bayi seluruhnya.
· Setelah kepala lahir daun forsep dilepaskan
· Kepala diberikan kesempatan untuk melakukan putar paksi luar
· Kepala bayi ditarik curam ke bawah dank e atas untuk melahirkan bahu depan dan bahu belakang.
· Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikaitkan untuk emlahirkan badan bayi
· Lendir pada jalan nafas dibersihkan
· Setelah bayi menangis tali pusat dipotong dan bayi diserahkan untuk drawat sebagaimana mestinya
· Persalinan plasenta ditunggu sampai terdapat tanda lepasnya plasenta atau dilakukan tes plasenta lepas dengan metode Kustner, Straassman, Klein, atau Manuaba.
· Plasenta dilahirkan dengan tekanan ringan pada fundus uteri secara Crese atau dengan plasenta manual.
· Dilakukan eksplorasi ke dalam rahim untuk mencari kemungkinan rupture uteri, sisa plasenta, atau membrane.
· Selanjutnya luka bekas episiotomi dijahit kembali
· Pada kala IV dilakukan observasi intensif terhadap kesadaran penderita; tekanan darah; nadi; pernapasan; dan suhu; kontraksi rahim untuk menhentikan perdarahan; pengeluaran darah dari vagina atau luka episiotomi.
· Observasi dilakukan selama 2 jam. Bila semua berjalan dengan baik, penderita dipindahkan ke ruangan.

III. Komplikasi Ekstraksi Forsep
Komplikasi langsung akibat aplikasi forsep dibagi menjadi:
Komplikasi ibu
Komplikasi ibu bersumber dari “trias komplikasi” ibu.
a. Perdarahan terjadi karena: Atonia uteri, Retensio plasenta, Trauma jalan lahir: rupture uteri, rupture serviks, robekan forniks-kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum
b. Infeksi terjadi karena: sudah terdapat sebelumnya, Aplikasi alat menimbulkan infeksi, Plasenta rest atau membrane bersifat benda asing, yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan subinvolusi uteri dan Saat melakukan pemeriksaan dalam
c. Robekan jalan lahir: Ruptura uteri, Rupture serviks, Robekan forniks-kolpoforeksis, Robekan perineum, dan Sinfisiolisis

Komplikasi segera pada bayi: “Trias komplikasi bayi.”
1. Asfiksia
a. Terlalu lama di dasar panggul, terjadi rangsangan pernapasan menyebabkan aspirasi lender dan air ketuban
b. Jepitan langsung forsep yang menimbulklan perdarahan intracranial, edema intracranial, kerusakan pusat vital di emdulla oblongata, trauma langsung jaringan otak.
2. Infeksi oleh karena infeksi pd ibu menjalar ke bayi
3. Trauma langsung forsep
- Fraktura tulang kepala
- Dislokasi sutura tulang kepala: kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung pada mata, telinga dan hidung, trauma langsung pada persendian tulang leher, gangguan fleksus brakialis/paralysis Erb
· Kerusakan saraf trigeminus dan fasialis
· Hematoma pada daerah tertekan

Komplikasi kemudian atau terlambat
komplikasi terlambat untuk ibu
bersumber juga pada “tria komplikasi ibu” dengan penjabaran sebagai berikut:
a. Perdarahan: Plasenta rest, Atonia uteri sekunder, Jahitan robekan jalan lahir yang terlepas
b. Infeksi à Penyebaran infeksi makin meluas
c. Tauma jalan lahir
· terjadi fistula vesiko-vaginal
· terjadi fistula rekto-vaginal
· terjadi fistula utero-vaginal
komplikasi terlambat pada bayi
a. Trauma ekstraksi forsep: cacat karena aplikasi forsep
b. Infeksi
· Infeksi yang berkembang menjadi sepsis dan dapat menyebabkan kematian
· Ensefalitis sampai meningitis
c. Gangguan susunan saraf pusat
· Trauma langsung pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual
· Gangguan pendengaran dan keseimbangan
IV. Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.

V. WOC (Terlampir)

VI. Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat karena kemungkinan terjadinya trias komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi forsep memerlukan profilaksis pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi otot rahim menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk menghindari infeksi.
Yang cukup penting untuk diperhatikan adalah kemungkinan terjadi “fistel”, sehingga memerlukan pemasangan dauer kateter selama tiga sampai lima hari. Fistel vesiko-vaginal, rekto-vaginal merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan tindakan operasi yang sulit.

Pertimbangan Keperawatan
Perawat menyiapkan forsep yang ditentukan dokter. Denyut jantung janin diperiksa, dilaporkan, dan dicatat sebelum forsep dipasang. Ibu diberi informasi bahwa bilah forsep akan digunakan seperti dua sendok makan yang mengelilingi telur. Bilah ini akan masuk sampai ke telinga bayi.denyut jantung janin akan diperiksa kembali, dilaporkan, dan dicatat sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang. Penekanann tali pusat di antara kepala dan forsep akan menyebabkan frekuensi denyut jantung janin turun mendadak. Dokter kemudian akan melepas dan memasang kembali forsep tersebut.

VII. Pemeriksaan Fisik
A Keadaan umum
* Kesadaran
* TTV : Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
B.Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi forsep):
Besar dan konsistensi kepala dalam batas normal
Janin dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi sefalopelvik)
Pembukaan serviks lengkap
Kepala janin sudah cakap (mencapai letak = sudah terjadi engagement)
Kepala janin harus dapat dipegang oleh cunam
Janin hidup
Ketuban sudah pecah/dipecahkan




EKSTRAKSI VAKUM

I. Definisi
Suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau ventouse.

II. Sejarah
Gagasan untuk melahirkan kepala janin dengan memakai tenaga vakum, mula-mula dipelajari oleh Young (1706) dari Inggris, yang kemudian secara berturut-turut dikembangkan oleh ahli-ahli obstetrik di negara-negara Eropa dalam bentuk yang bermacam-macam. Bentuk ekstraktor vakum bermacam-macam inti ternyata kurang popular dalam pemakaiannya, karena banyak hambatan-hambatan teknik. Akhirnya pada tahun 1952-1954 Tage Malmstrom dari Gothenberg, Swedia menciptakan ekstraktor vakum yang setelah emngalami percobaan-percobaan dan modifikasi dalam bentuknya, sejak tahun 1956 menjadi sangat populer dipakai dalam klinik-klnik obstetrik sampai saat ini.

Bentuk dan Bagian-bagian Ekstraktor Vakum
1. Mangkuk (cup)
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedaneum artifisialis. Dengan mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk : 3,4,5,6 cm. pada dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk tanda letak denominator.
2. Botol
Tempat membuat tenaga negative (vakum). Apda tutup botol terdapat manometer, saluran menuju ke pompa pemghisap, dan saluran menuju ke mangkuk yang dilengkapi dengan pentil.
3. Karet Penghubung
4. Rantai penghubung antara mangkuk dengan pemegang
5. Pemegang (extraction handle)
6. Pompa Penghisap (vacuum pump)
III. Etiologi
Ibu
· Memperpendek kala II. misalnya: - Penyakit jantung kompensata
- Penyakit paru-paru fibrotik
· Waktu: kala II yang memanjang.
Janin à gawat janin (masih kontroversi)
Kontra Indikasi
Ibu
· Ruptura uteri membakat
· Pada penyakit-penyakit di mana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan, misalnya payah jantung, preeklamsia berat
Janin : Letak muka, After coming head,dan Janin preterm

Komplikasi Ekstraksi vakum
Ibu : Perdarahan, Trauma jalan lahir dan Infeksi
Janin
Ekskoriasi kulit kepala
Sefalhematoma
Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat.
Nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dpt menimbulkan alopesia.
Prosedur Ekstraksi Vakum
Ibu tidur dalam posisi lithotomi
Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila pada waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, dapat diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang amngkuk saja.
Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks. Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator.
Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga -0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : -0,7 sampai -0,8 kg/cm2. ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit. Denagn adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum artifisial (chignon).
Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit.
Bersamaan dengan timbulnya HIS, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul. Pada waktu melakukan tarikan ini ahrus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong.
Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kea rah muka penolong.
Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan ahrus mengikuti puaran apksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis. Bila HIS berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan HIS.
Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas.
Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva.
Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal
Waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali.
Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah
b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkam dengan baik.
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik
f. traksi terlalu kuat
g. cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
h. adanya dispropporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi.
Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.

IV. Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.

V. WOC (Terlampir)
VI. Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat karena kemungkinan terjadinya komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi vacum memerlukan profilaksis pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi otot rahim menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk menghindari infeksi.

Pertimbangan Keperawatan
Dalam membantu wanita yang melahirkan melaluui penggunaan ekstraksi vacum, perawat berperan sebagai pendukung dan pendidik. Perawat dapat menyiapkan ibu untuk melahirkan dan mendorongnya untuk tetap aktif dalam proses melahirkan yakni dengan menganjurkan ibu untuk mendorong saat kontraksi. Denyut jantung janin juga harus sering dinilai selama prosedur tersebut. Setelah lahir, bayi harus diobservasi untuk melihat tanda infeksi pada tempat pemasangan mangkuk dan iritasi serebral (misalnya, akibat pengisapan yang buruk, ketidakberdayaan). Orang tua perlu diyakinkan bahwa kaput suksedaneum akan hilang setelah beberapa jam. Para tenaga perawatan neonatus harus menyadari bahwa bayi tersebut dilahirkan dengan ekstraksi vakum.

VII. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kesadaran dan TTV : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.
Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi vakum)
· Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pasa multigravida)
· Penurunan kepala janin (boleh) pada hodge II
· Kontraksi rahim dan tenaga mengejan.
Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum
Keunggulan
· pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
· tidak diperlukan narkosis umum
· mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang ahrus melalui jalan lahir
· ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap
· trauma pada kepala janin lebih ringan
Kerugian
· persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
· tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.
· Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Usia :
Alamat : Pekerjaan :
No. Telp :

Suami :
Pekerjaan :
No. Telp :

2. Riwayat Kesehatan
a. RKD: Adanya riwayat abortus, SC pada persalinan sebelumnya
b. RKS: Distosia (kesulitan persalinan), Penyakit jantung, eklampsia, Fetal distres , Janin berhenti berotasi, Posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse, Ketidakmampuan mengejan, Keletihan, Kala II yang lama
c. RKK : Adanya penyakit keturunan (jantung)
d. Riwayat Obstetri
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
Eliminasi : Retensi urine, Makanan/cairan
Seksualitas : adanya laserasi servik uteri dan vagina
Pada janin/bayi
- DJJ sebelum forsep dipasang.
- DJJ sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang.
- Fraktur tengkorak, subdural hematoma, edema
- Perdarahan intrakranial
- Adanya lecet dan abrasi pada pemasangan bilah/laserasi kulit kepala
- Paralisis fasial

II. ANALISA DATA
NO
DATA PENUNJANG
MASALAH KEPERAWATAN
1.
DO:
- hipotensi
- peningkatan frekuensi nadi
- penurunan tekanan nadi
- urin menurun/terkonsentrasi
- penurunan pengisian vena
- perubahan mental
Kekurangan volume cairan
2.
DO:
- laserasi kemerahan
- adanya pus pada laserasi
- leukosit meningkat
Resti infeksi
3.
- adanya perdarahan
- adanya laserasi serviks uteri dan vagina
Resti cedera
4.
- meminta informasi
- pernyataan salah konsep
- perilaku berlebihan
Kurang pengetahuan
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
2. Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb, pemajanan terhadap patogen.
3. Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas, efek-efek obat/penurunan sensasi.
4. Kurang pengetahuan.

IV. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa I : Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
Tujuan: Mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan kseimbangan cairan.
Kriteria hasil:TTV stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan factor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (mis: laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amniotic, atau retensi janin mati selama lebih dari 5 mgg).
Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut; simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.


Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.

Perhatikan hipotensi atau takikardi, pelambatan pengisian kapiler, atau sianosis dasar kuku, membrane mukosa, dan bibir.


Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal, bila ada.
Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.



Pertahankan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien.


Pantau masukan dan haluaran; perhatikan berat jenis urin.



Hindari pengulangan / gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vaginal dan/atau rectal.
Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.
Kaji terhadap nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Pantau klien dengan akreta plasenta (penetrasi sedikit dari miometrium dengan jaringan plasenta), HKK, atau abrupsio plasenta terhadap tanda-tanda KID.

Kolaborasi
Mulai infuse 1 atau 2 I.V. dari cairan isotonic atau elektrolit dengan kateter 18G atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (missal: plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
- oksitosin, metilergononovin maleat, prostaglandin F2ά.



- Magnesium sulfat (MgSO4)



- Heparin


- Terapi antibiotic (berdasarkan pada kultur dan sensitivitas terhadap lokhia)



- Natrium bikarbonat.

Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
- Hb dan Ht


- Kadar pH serum


- Trombosit, FDP, fibrinogen, dan APTT.
- Pasang kateter urinarius indwelling.


Bantu dengan prosedur-prosedur sesuai indikasi:
- separasi manual dan penglepasan plasenta


- pemasangan kateter indwelling besar ke dalam kanal servikal.







- Penempatan kembali uterus atau tampon bila inverse kira-kira akan terjadi.

Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi, missal, penggalian/perbaikan untuk menutup sobekan, laserasi atau pelebaran episiotomi, evakuasi hematoma, dilatasi dan kuretase (D dan K), ligasi bilateral dari arteri hipogastrik, histerektomi sepraservikal, atau histerektomi abdominal segera.


Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah atau membatasi terjadinya komplikasi.




Perkiraan kehilangan darah, arterial versus vena; dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian. (1 gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1ml kehilangan darah.
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan di atas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada TD tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30%-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan pengisian.

Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatklan aliran balik vena, menjamin persediaan darah ke otak dan organ vital lainnya lebih besar.
Mencegah aspirasi isi lambung dalam kejadian di mana sensorium berubah dan atau intervensi pembedahan diperlukan.
Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma terjadi.

Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.
Hematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.

Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan plasenta secara manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.



Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.




Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atoni.
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MgSO4 memudahkan relaksasi uterus selama pemeriksaan manual.
Bila cara-cara lain gagal, heparin dapat digunakan dengan kewaspadaan untuk menghentikan siklus pembekuan.
Antibiotik bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin diperlukan untuk infeksi disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.

Mungkin perlu untuk memperbaiki asidosis


Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb.
Pada syok lama, hipoksia jaringan dan asidosis dapat terjadi sebagai respon terhadap metabolisme anaerobik.
Membantu menentukan beratnya masalah dan efek dari terapi.
Memberikan pengkajian lebih akurat terhadap fungsi ginjal dan perfusi relatif volume cairan.



Hemoragi berhenti bila fragmen-fragmen plasenta dilepaskan dan uterus berkontraksi, menutup sinus-sinus vena.
Beberapa pemeriksaan telah melaporkan keberhasilan dalam pengontrolan hemoragi yang disebabkan oleh implantasi plasenta ke dalam segmen servikal nonkontraktil dengan menempatkan kateter indwelling dalam kanal servikal dan mengisi balon dengan larutan salin 60 ml untuk bekerja sebagai tamponade.
Penempatan kembali uterus memungkinkan uterus berkontraksi, menutup sinus-sinus vena dan mengontrol perdarahan.
Perbaikan pembedahan terhadap lasersi/episiotomi, insisi/evakuasi hematoma, dan pengangkatan jaringan tertahan akan menghentikan perdarahan. Histerektomi abdominal segera diindikasikan untuk perlekatan plasenta abnormal.

Diagnosa 2 : Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb, pemajanan terhadap patogen
Tujuan : Bebas dari infeksi.
Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.


Kaji terhadap tanda/gejala infeksi (mis. peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina.
Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam.

Kolaborasi
Lakukan persiapan kulit praoperatif, scruc sesuai protokol.

Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Catat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht), catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
Berikan antibiotik spektrum luas parenteral pada praoperasi.

Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk.
Infeksi dapat mengubah penyembuhan luka.


Menurunkan resiko infeksi asenden.



Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko infeksi pascaoperasi.
Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi, atau sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.

Diagnosa 3: Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas,efek-efek obat/penurunan sensasi
Tujuan : Bebas dari cedera
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Lepaskan alat prostetik (mis, lensa kontak, gigi palsu/kawat gigi) dan perhiasan.
Tinjau ulang catatan persalinan, perhatikan frekuensi berkemih, haluaran, penampilan, dan waktu berkemih pertama.
Pantau haluaran dan warna urin setelah insersi kateter indwelling. Perhatikan adanya darah dan urin.

Kolaborasi
Dapatkan specimen urin untuk analisis rutin, protein, dan berat jenis.


Menurunkan resiko cedera kecelakaan.


Dapat menandakan retensi urin atau menunjukkan keseimbangan cairan atau dehidrasi pada klien yang sedanga bersalin.
Menunjukkan tingkat hidrasi, status sirkulasi dan kemungkinan trauma kandung kemih.


Risiko meningkat pada klien bila proses infeksi atau keadaan hipertensif ada.

Diagnosa 4: Kurang pengetahuan
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang indikasi ekstraksi forsep/vakum.
Mengenali ini sebagai metode alternatif kelahiran bayi.
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Kaji kebutuhan belajar









Catat tingkat stress dan apakah prosedur direncanakan atau tidak.

Berikan informasi akurat dengan istilah-istilah sederhana. Anjurkan pasangan untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pemahaman mereka.
Tinjau ulang indikasi-indikasi terhadap pilihan alternatif kelahiran.



Gambarkan prosedur sebelum tindakan dengan jelas, dan berikan rasional dengan tepat.
Berikan penyuluhan setelah tindakan, termasuk instruksi latihan kaki, batuk dan napas dalam.
Diskusikan sensasi yang diantisipasi selama melahirkan dan periode pemulihan

Metode kelahiran ini didiskusikan pada kelas persiapan melahirkan anak, tetapi banyak klien gagal untuk menyerap informasi karena ini tidak mempunyai makna pribadi pada waktunya. Klien yang mengalami lagi kelahiran melalui ekstraksi forsep/vakum tidak dapat mengingat dengan jelas atau memahami detil-detil melahirkan sebelumnya.
Mengidentifikasi kesiapan klien/pasangan untuk menerima informasi.
Memberikan informasi dan mengklarifikasi kesalahan konsep. Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi pemahaman klien/pasangan terhadap situasi.
Perkiraan satu dari 5 atau 6 kelahiran melalui ekstraksi forsep/vakum, seharusnya dilihat sebagai alternative bukan cara yang abnormal, untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan maternal/janin.
Informasi memungkinkan klien mengantisipasi kejadian dan memahami alasan intervensi/tindakan.
Memberikan teknik untuk mencegah komplikasi yang berhubungan dengan stasis vena dan pneumonia hipostatik.

Mengetahui apa yang dirasakan dan apa yang “normal” membantu mencegah masalah yang tidak perlu.


DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Bedah Kebidanan.1989. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan.2006. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Doenges, Marilynn E. Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2. 2001. Jakarta:EGC.
Bobak. Buku Ajar Keperawatan Mataternitas, Edisi 4. 2004. Jakarta:EGC.





EKLAMSIA

1. Definisi
Eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat dikarakteristikkan dengan adanya kejang. Biasanya eklamsia merupakan lanjutan dari pre- eklamsia walaupun kadang – kadang tidak diketahui terlebih dahulu. Definisi lain dari eklamsia adalah onset baru hipertensi gestasi yang diikuti dengan kejang grand mal (Zeeman, Fleckenstein, twickler,& Cunningham,2004), dan kejang pada pre-eklampsia yang tidak bisa dikaitkan dengan penyebab lain (Abbrescia & Sheridan,2003). Kejang pada eklampsia tidak berhubungan dengan kondisi otak dan biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan.

2. Etiologi
Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari eklampsia sama dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa factor resiko predisposisi tertentu yang dikenal, antara lain:
Status primigravida
Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia
Pernah eklamsia atau pre-eklamsia
Suami baru
Usia ibu yang ekstrem (<> 35 tahun)
Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal atau autoimun
Diabetes Mellitus
Kehamilan ganda

3. Manifestasi Kinis
Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain yaitu: Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau urin tetap kurang dari 30 ml/jam, Nyeri Epigastrium, Penglihatan kabur, Dyspnea, Sakit kepala, Nausea dan Vomitting, Scotoma, dan Kejang.
Kebanyakan kasus dihubung-hubungkan dengan hipertensi dikarenakan kehamilan dan proteinuria tapi satu – satunya tanda nyata dari eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik, yang dibagi menjadi empat fase.
I. Stadium Premonitory
Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara konstan, mata berputar – putar ketika otot wajah dan tangan tegang.
II. Stadium Tonik
Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi mengepal. Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan ibu mengatupkan gigi, sementara tangan dan kaki menjadi kaku. Otot respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu berhenti bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30 menit.
III. Stadium Klonik
Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat. Berbusa, saliva yang bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang – kadang bisa menarik nafas. Setelah sekitar dua menit kejang berhenti, menuju keadaan koma, tapi beberapa kasus menuju gagal jantung.
IV. Stadium coma
Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung hanya beberapa menit atau bahkan dpat menetap sampai beberapa jam.

4. Patofisiologi
Pada kehamilan normal, volume vascular dan cardiac output meningkat. Meskipun meningkat, tekanan darah tidak normal pada kehamilan normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena wanita hhamil menjadi resisten terhadap efek vasokonstriktor, seperti angitensin II. Tahanan vascular perifer meningkat karena efek beberapa vasodilator seperti prostacyclin (PGI2), prostaglandin E (PGE), dan endothelium derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan PGI2 meningkat. Tromboxane diproduksi oleh ginjal dan jaringan trophoblastic, menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet.
Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah, yang akan merusak sel endothelial dan menurunkan EDRF. Vasokonstriksi juga akan mengganggu darah dan meningkatkan tekanan darah. Hasilnya, sirkulasi ke seluruh organ tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan placenta menurun.
Perubahan – perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
§ Penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan glomerular filtration rate (GFR); sehingga urea nitrogen darah, kreatinin, dan asam urat mulai meningkat.
§ Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini menyebabkan protein dapat melewati membrane glomerular yang pada normalnya adalah impermeable terhadap molekul protein yang besar. Kehilangan protein menyebabkan tekanan koloid osmotic menurun dan cairan dapat berpindah ke ruang intersisial. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya edema dan penurunan volume intravascular, yang meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit. Respon untuk mengurangi volume intravascular, angiotensin II dan aldosteron akan dikeluarkan untuk memicu retensi air dan sodium. Terjadilah lingkaran proses patologik: penambahan angiotensin II semakin mengakibatkan vasospasme dan hipertensi; aldosteron meningkatkan retensi carian dan edema akan semakin parah.
§ Penurunan sirkulasi ke hati mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan edema hepatic dan perdarahan sibcapsular, yang dapat mengakibatkan hemorrhagic necrosis. Di manifestasikan dengan peningkatan enzim hati dalam serum ibu.
§ Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan tekanan yang akan menghancurkan dinding tipis kapiler, dan perdarahan kecil cerebral. Gejala vasospasme arteri adalah sakit kepala, gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, spot, dan hiperaktif reflek tendon dalam.
§ Penurunan tekanan koloid onkotik dapat menyebabkan bocornya kapiler pulmonal mengakibatkan edema pulmonal. Gejala primer adalah dyspnea
§ Penurunan sirkulasi plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan factor resiko abruptio placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal melalui placenta berkurang, mengakibatkan pembatasan perkembangan intrauterine janin dan janin mengalami hipoksemia dan asidosis.

5. WOC (telampir)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria : +2 atau +4
Proteinuria : (5 g dalam urine 24 jam atau +3 atau lebih pada dipstick)
Nitrogen urea darah (BUN) : kurang dari 10
Kreatinin serum : meningkat
Klirens kreatinin : 130-180
Trombositopenia : (Trombosit < name="TT7">ASUHAN KEPERAWATAN pasien Eklamsia

I. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Usia :
Alamat : Pekerjaan :
No. Telephone :

Suami :
Pekerjaan :
No.Telephone :

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu: Pernah mengalami pre-eklampsia, Pernah mengalami eklampsia, Hipertensi vascular, Diabetes Mellitus, Penyakit ginjal.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang: Kehamilan Ganda, Mola Hidatidosa, Nyeri kepala di daerah frontal, Penglihatan kabur, Scotoma, Muntah , Mual keras, Nyeri di epigastrium, Hiperrefleksia, Kejang, Dyspnea
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Ada keluarga yang juga mengalami pre – eklampsia
- Keluarga mengalami eklampsia
d. Riwayat Obstetri
G2 P1 H1 A0
Anak
Ke
Lahir
BB
Keluhan
Keterangan
1
Cecsio caesarea
2,5 kg
Anak lahir premature pada usia kehamilan 8 bulan
Ibu mengalami pre eklamsia

Riwayat menstruasi:
- Ibu pertama kali mendapatkan menstruasi pada umur 12 tahun
- Setelah 3 bulan menstruasi ibu mulai teratur, ibu tidak mengalami keluhan selama menstruasi

Riwayat KB: Ibu tidak menggunakan KB

Riwayat Konsumsi: Ibu menyukai makanan bergaram

3. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital : TD: Sistolik > 160 mmHg P: <> 110 mmHg S: 40oC
MAP: 160/110 = 127
N: <> Rabas vagina berair
Ø Cairan menetes secara berkala atau terpancar secara tiba-tiba
Ø Cairan terlihat pada introitus
Ø Tidak ada kontraksi dalam 1 jam
Amnionitis
Ø Rabas vagina berair dan berbau busuk setelah gestasi 22 minggu
Ø Demam/menggigil
Ø Nyeri abdomen

Ø Riwayat kehilangan cairan
Ø Nyeri tekan uterus
Ø DJJ cepat
Ø Pendarahan pervagina ringan
Vaginitis
Ø Rabas vagina berbau busuk
Ø Tidak ada riwayat kehilangan cairan
Ø Gatal
Ø Rabas berbusa / warna didih
Ø Nyeri abdomen
Ø Disuria
Kemungkinan persalinan term / preterm
Rabas vagina berair atau lendir bercampur darah
Ø Pembukaan dan pelunakan serviks
Ø Kontraksi
Hemoragik antepartum
Rabas vagina berdarah
Ø Nyeri abdomen
Ø Kehilangan pergerakan pada janin
Ø Pendarahan pervaginam
I. 5. Pemeriksaan Penunjang
o Letakan Pembalut pada vulva dan periksa pembalut tersebut (secara visual dan melalui baunya) satu jam kemudian
o Gunakan spekulum yang disinfeksi tingkat tinggi untuk pemeriksaan pervagina :
Ø Cairan dapat terlihat berasal dari servik atau membentuk genangan di forniks posterior.
Ø Minta ibu untuk batuk karena hal ini dapat menyebabkan cairan memancar.
o Pemeriksaan leukosit darah : > 15.000/mm3 bila terjadi infeksi ( N : 5000-9000), suhu > 38 oC, takikardi.
o Pemeriksaan nitrazin : bergantung pada fakta bahwa sekresi vagina dan urin bersifat asam sementara cairan amnion bersifat basa. Pegang satu lembar kertas nitrazin pada hemostat dan sentuhkan kertas tersebut ke genangan cairan di ujung spekulum. Perubahan warna kertas kuning menjadi biru menunjukan alkalinitas ( adanya cairan amnion). Darah dan beberapa infeksi vagina memberi hasil positif palsu.
o Amniosentesis
o USG : menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion berkurang.
o Penentuan volume cairan ketuban bisa membantu dalam mengidentifikasi pasien dengan peningkatan resiko gawat janin.
o Pemeriksaan servik bila telah ada kontraksi yang sakit dan teratur.

I. 6. Terapi
Penatalaksanaan Umum :
- Konfirmasikan keakuratan perhitungan usia gestasi
- Gunakan spekulum yang disinfeksi tingkat tinggi untik mengkaji rabas vagina (jumlah, warna, bau ) dan singkirka diagnosa inkontinensia urine
- Jika terdapat pendarahan per-vagina dengan nyeri abdomen konstan, curigai terjadinya abrupsio plasenta
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi ( demam, rabas vagina berbau busuk) berikan antibiotik
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi dan kehamilan kurang dari 37 minggu (janin imatur) :
· Berikan anti biotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan neonatus karena infeksi dan memperlambat pelahiran
# Eritromisin 250 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
# Ditambah amoksilin 500 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
· Pertimbangkan memindahkan beyi ke layanan yang paling tepat untuk perawatan bayi baru lahir jika mungkin
· Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk meningkatkan kematangan paru janin
· Lakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin pada gestasi 37 minggu dan berikan antibiotik profilaksis untuk membantu mengurangi infeksi streptokokus pada neonatus walaupun ibu telah mendapatkan antibiotik sebelumnya.
· Jika kontraksi teraba dan terdapat rabas lendir bercampur darah, curigai terjadi persalinan preterem
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi dan usia kehamilan 37 minggu atau lebih ( matur )
· Jika ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan penisilin atau ampisilin profilksis untuk membentu mengurangi infeksi streptokokus grup B pada neonatus. Jika terdapat tanda-tanda infeksi setelah pelahiran hentikan pemberian antibiotik
· Kaji servik :
# Jika kondisi servik baik ( lunak, tipis, membuka sebagian ) lakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin
# Jika kondisi servik tidak baik ( keras, tebal, tertutup ), matangkan servik dengan menggunakan prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan janin melalui sesaria.

ASUHAN KEPERAWATAN KPD

1. Pengkajian
> Sirkulasi. Kehilangan darah yg keluar bersamaan dg rabasan vagina, .
Hipertensi, penyakit jantung seblumnya.
> Integritas Ego : Peka rangsang, sangat cemas dan ketakutan
> Makanan / cairan : Ketidak adekuatan nutrisi, mual / muntah
> Nyeri / Ketidaknyamanan :
Pengeluaran rabas vagina warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan dalam jumlah sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba atau kontraksi yang dapat diraba. Dapat disertai demam > 38 oC.. Kontraksi uterus yang lemah ( his + atau his - ).
> Keamanan
Dilatasi servik, penurunan janin, dan prolap tali pusat
Kekeringan cairan ketuban.
Bayi praterm atau kecil untuk usia gestasi ( kemungkinan untuk persalinan cepat / Persalinan prematur ).
Janin dalam malposisi
Servik mungkin kaku/tidak siap
> Seksualitas
Primipara atau multipara
Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramion, gestasi multipel, janin besar . Peningkatan tekanan intrauterin
Infeksi genitalia

2. Pemeriksaan Diagnostik
Tes pranatal : dpt memastikan polihidramion, janin besar, gestasi multipel
Tes kontraksi : mengkaji keejahteraan janin
Ultrasound : Menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion
Pemeriksaan jumlah sel leukosit darah: penentu terjadinya infeksi
Pemeriksaan spekulum: pengkajian rabas vagina ( jumlah, warna & bau )
Pemeriksaan Nitrazin : Penentuan sekresi vagina atau cairan amnion
3. Diagnosa Keperawatan
Ø Resti infeksi b. d Pe↑ pemajanan lingkungan, pecah ketuban amniotik
Ø Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi plasenta.
Ø Resti infeksi thdp maternal b. d pemajanan patogen dan pecah ketuban.
Ø Resiko tinggi cidera pada janin b. d malpersentasi dan pencetus kelahiran,
Ø Resiko tinggi cidera pada maternal b. d obstruksi mekanis, penurunan otot dan keletihan maternal.
Ø Kerusakan pertukaran gas b. d ketidakadekuatan kadar surfaktan, imaturitas otot anteriol pulmonal dan imaturitas sistem saraf pusat (SSP).
Ø Gangguan rasa nyaman : nyeri b. d kejadian yang cepat, kontraksi otot kuat ; isu-isu psikologis.
Ø Berduka b. d kematian janin/byi
Ø Asientas ( ketakutan b. d krisis situasional, ancaman yang dirasakan pada klien/janin dan penyimpangan yang tidak diantisipasi dari harapan.

4. Intervensi Keperawatan
1. Resti infeksi b. d Pe↑ pemajanan lingkungan, pecah ketuban amniotik
Kriteria hasil : Bebas dari infeksi
Intervensi
Rasional
Mandiri
Berikan sebanyak mungkin privasi dalam kasus kelahiran diluar rumah sakit yang tidak direncanakan. Siapkan alas melahirkan yang bersih dengan menggunakan handuk bersih, pakaian yang dibalik,/koran yg tidak dipakai letakan dibawah bokong.

Cuci tangan, kenakan sarung tangan steril, tempatkn handuk seril dibawah bokong, semprotkan larutan povidon-iodin ( betadin ) ke perineum bila wkt memungkinkan di RS.

Bungkus tali pusat yang berada di vulva dengan kain hangat yg dilapisi plastik bila terjadi prolap tali pusat

Kolaborasi
Angkat kain penghalas / koran bila basah

Catat waktu pecah ketuban. Perhatikan jumlah dan warna darinase.

Menurunkan kemungkinan kontaminasi






Menurunkan kemungkinan infeksi pasca melahirkan.




Untuk menghindari terpajanya dengan kuman patogen.



Menghambat media yang dapat mendukung pertumbuhan patogen

Pecah ketuban dapat meningkatkan resiko infeksi asenden. Karakteristik drainase dapat menandakan adanya infeksi.

2. Resti cidera pada janin b. d malpersentasi, pencetus kelahiran. Dan KPD
Tujuan : Berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola persalinan dan menurunkan faktor resiko yang teridentifikasi.
Kriteria hasil : menunjikan denyut jantung janin ( DJJ ) batas normal
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji DJJ secara manual/elektronik. Perhatikn variablitas, perub periodik, dan frekuensi dasar. Bila pada pusat kelahiran alternatif (PKA), periksa irama jantung janin antara kontraksi dg menggunakan doptone. Jlhkn slm 10 mnt, istirahatkan slm 5 mnt dan jlhkn lg 10 mnt. Lanjutkan pola ini spanjang kontraksi sampai prtengahn dian-taranya dan setelah kontraksi.

Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan intrauterus bila tersedia.

Identifikasi faktor-faktor maternal dehidrasi, asidosis, asientas atau sindrom vena kava.


Kolaborasi
Perhatikan frekuensi kontraksi uterus. Beri tahu dokter bila frekuensi 2 mnt atau kurang.

Kaji malposisi dengan menggunakan manuver Leopold dan temuan pemeriksaan internal (lokasi fontanel dan sutura kranial). Tinjau ulang hasil ultrasonografi.
Pantau penurunan janin pada jalan lahir dalam hubungannya dengan kolumna vetebralis iskial.


Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi pada klien PKA.

Siapkan untuk metode melahirkan yang palin layak, bila janin pada persentase kening, wajah atau dagu.

Kaji terhadap henti transversa dalam dari kepala janin.




Biarkan klien memilih posisi tangan dan lutut atau posisi sim lateral pada sisi berlawanan di mana oksiput janin diarahkan bila janin pada posisi Op.


Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah ketuban.








Observasi terhadap prolap tali pusat samar atau dapat dilihat bila pecah ketuban dan untuk deselerasi variabel pada strip pemantauan, khususnya bila janin pada persentasi bokong.

Perhatikan bau perubahan warna cairan amnion pada pecah ketuban lama.


Dapatkan kultur bila temuan abnormal.
Berikan antibiotik pada klien sesuai indikasi.

Siapkan untuk melahirkan pada posisi posterior, bila janin gagal memutar dari op ke oa ( wajah ke pubis). Sedangkan penggunaan ganda forsep dapat digunakan untuk memutar dan melahirkan janin.

Siapkan untuk melahirkan sesar bila persentasi bokong terjadi, janin gagal turun, kemajuan persalinan berhenti atau teridentifikasi CPD.


Mendeteksi respon abnormal, seperti variabelitas yang dilebih-lebihkan, bradikardi dan takikardi yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asodosis atau sepsis







Tekanan istirahat >30mmHg / tekanan kontraksi >50mmHg menurunkan/ mengganggu oksigenasi dlm ruang intravilos.

Kadang-kadang, prosedur sderhana (spt membalikan klien ke posisi rekumben lateral) meningkatkan sirkulasi darah dan oksigen ke uterus dan plasenta serta mencegah/memperbaiki hipoksia janin.

Kontraksi yg terjadi tiap 2 mnt kurang tidak mungkinkan Oksigenasi adekuat dari ruang intravilos

Menentukan pembaringan janin, posisi, dan persentasi dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat disfungsional persalinan.

Penurunan yang kurang dari 1 cm/jam untuk primipara tau kurang 2 cm/jam untuk multipara, dapat menandakan KPD atau mal posisi.

Resiko cidera atau kematian janin meningkat dengan melahirkan pervaginam bila persentasi verteks

Persentasi ini meningkatkan resiko KPD, karena diameter lebih besar dari tengkorak janin masuk ke pelvis .

Kegagalan verteks untuk memutar penuh dari posisi oksiput posterior ke posisi oksiput anterior dapat mengakibatkan posisi transversa, penghentian persalinan dan kebutuhan kelahiran sesaria.

Posisi ini mendorong pemutaran anterior dengan memungkinkan kolumna vetebralis janin turun ke arah anterior dinding abdomen klien (70 % janin pada posisi OP memutar secara spontan).

Kelebihan volume amnion menyebabkan distensi uterus berlebihan yang dihubungkan dengan anomali janin. Cairan amnion mengandung mekonium pada persentasi verteks diakibatkan dari hipoksia yang menyebabkan stimulasi vagal dan relaksasi sfingter anal. Tidak adanya karakteristik cairan amnion mewaspadakan staf terhadap potensial kebutuhan bayi baru lahir.
Prolap tali pusat lebih memungkinka terjadi pada persentase bokong, karena begian perentase tidak menonjol kuat, juga tidak secara total memblok tulang seperti pada presentase verteks.

Infeksi asenden dan sepsis disertai dengan takikardi dapat terjadi pada pecahan ketuban lama.

Mencegah/ mengatasi infeksi asenden dan akan melindungi janin juga.


Melahirkan dalam posisi posterior mengakibatkan insiden lebih tinggi dari laserasi maternal. Melahirkan dengan menggunakan aplikasi ganda forsep.


.

3. Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi plasenta.
Tujuan : - Mempertahankan kontrol pernafasan
- Menggunakan posisi yang meningkatkan aliran balik vena/ sirkulasi plasenta.
Kriteria hasil : Bebas dari variabel atau deselerasi lanjut dengan DJJ DBN
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji station janin, dan posisi. Bila janin pada posisi posterior oksiput, tempatkan klien menyamping.









Posisikan klien pada rekumben lateral atau posisi tegak atau miring dari sisi ke sisi sesuai indikasi



Hindari menempatkan klien pada posisi dorsal rekumben


Kaji pola pernafasan klien. Perhatikan laporan sensasi kesemutan dari wajah atau tangan, pusing atau spasme karpopedal.




Kaji DJJ, dengan fetoskop atau monitor janin, selama dan setelah setiap kontraksi atau upaya mendorong

Pantau perubahan periodik DJJ terhadap deselerasi berat, sedang atau lama. Perhatikan adanya deselerasi variabel atau lambat.



Perhatikan variabilitas DJJ jangka pendek dan jangka panjang

Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan vagina steril, rasakan prolap. Bila prolap ada, angkat verteks dari tali pusat.

Pindahkan pada lingkungan perawatan akut, bila klien pad pusat kelahiran alternatif.


Pantau DJJ secara elektronik dengan lead internal. Bila bradikardi berat, muncul deselerai lambat atau deselerasi variabel lama :


· Posisikan klien pada posisi miring kiri, tingkatkan cairan IV biasa.
· Berikan Oksigen pada klien





· Bantu sesuai kebutuhan pada pengambilan sampel kulit kepala janin intermiten

· Siapkan untuk intervensi bedah bila kelahiran spontan pervaginam atau melahirkan dengan forsep tidak memungkinkan


Janin sangat rentan pada bradikadi dan hipoksia, yang dihubungkan dengan stimulasi vagal selama kompresi kepala. Malpresentasi seperti wajah, dagu atau kening dapat memperlambat persalinan dan meningkatkan resiko terhadap hipoksia dan kemungkinan perlunya kelahiran sesaria. Posisi posterior meningkatkan durasi persalinan. Posisi rekumben lateral memudahkan rotasi dari posisi posterior oksiput ke posisi anterior oksiput.

Meningkatkan perfusi plasenta, mencegah sindrom hipotensif supine, dan memindahkan tekanan dari bagian presentasi dari tali pusat, meningkatkan oksigenasi janin menperbaiki pola DJJ

Menimbulkan hipoksia dan asidosis janin, menurunkan dasar variabilitas dan sirkulasi plasenta.

Mengidentifikasi pola pernafasan tidak efektif. Pada awalnya, hiperventilasi mengakibatkan alkalosis respiratorik dan meningkatkan PH serum, menuju akhir persalinan, pH turun dan asidosis terjadi karena asam laktat yang dibentuk dari aktivitas miometrik

Deselerasi dini karena stimulasi vegal dari kopresi kepala harus kembali pada pola dasar diantara kontraksi

Deselerasi variabel meandakan hipoksia karena kemungkinan terjebaknya tali pusat atau pada tali pusat nukal atau pendek.Deselerasi lambat menandakan insufisiensi uteroplasenta, yang tidak boleh dizinkan bila menetap selama lebih dari 30 ment.
Rata-rata perubhan denyut per denyut harus direntang dari 6 sampai 10 dpm, menandakan integritas SSP janin.

Peninggian verteks membantu membebaskan tali pusat, yang dapat ditekan diantara bagian presentasi dan jalan lahir.
Pada kasus bradikardi atau penurunan variabilitas DJJ, pemantauan lebih invasif, peralatan perawatan akut atau kelahiran sesaria dapat dilakukan.

Pemantauan elektronik memungkinkan pengkajian akurat dan kontiniu. Elektroda kulit kepala langsung secara akurat mendeteksi respon janin abnormal dan penurunan pada variabilitas denyut per denyut.
Meningkatkan volume darah sirkulasi ibu dan perfusi plasenta

Meningkatkan ketersediaan oksigen sirkulasi untuk ambilan janin. Selama tahap persalinan ini, naiknya proses metabolik meningkatkan konsumsi O2 dua kali kadar nomal.

Menentukan kecendrungan pada status asam basa janin. Selama tahap persalinan ini naiknya proses metabolik meningkatkan konsumsi O2 dua kali kadar normal.
Cara kelahiran yang cepat harus diimplementasikan bila janin mengalami hipoksia atau asidosis berat atau tidak pulih.
meri_psikfkua_a040 komentar

Kamis, 2007 November 15

PERDARAHAN POSTPARTUM

I. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).

II. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
· Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
· Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.

III. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

IV. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
· Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.
· Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.

Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.

Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Gambar 1. Perdarahan Postpartum Akibat Atonia Uteri

Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.

Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
  1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
    dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
    a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
    dalam.
    b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
    endometrium sampai ke miometrium.
    c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
    serosa.
    d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
    dinding rahim.
  2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
    uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
    kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
    (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.

Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri

Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :
- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
- Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.


Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri


- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.

- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika

Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.


V. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

VI. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
· Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
· Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.


· Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
· Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
· Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
· Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
· Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
· Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
· Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.

Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:
· Pasang infus.
· Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
· Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
· Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
· Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
· Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
· Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
· Pemberian uterotonika intravena.
· Kosongkan kandung kemih.
· Menekan uterus-perasat Crede.
· Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.
Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena.

VII. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
2) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
4) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
2. Sistem vaskuler
§ Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
§ Tensi diawasi tiap 8 jam
§ Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
§ Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
§ Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)

4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
5. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.

Pengkajian terhadap klien post meliputi :
- Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
- Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
- Riwayat obstetrik
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1. Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
2. Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
3. Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
1. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
3. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari
a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb
5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi

C. Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum

No Diagnosa Intervensi Rasional
1 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan

DO:
- Hipotensi
- Peningkatan nadi,
- Penurunan volume urin,
- Membran mukosa kering,
- Pelambatan pengisian kapiler
DS:
- Ibu mengatakan urin sedikit
- Ibu mengatakan pusing dan pucat
- Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik

Tujuan :
Volume cairan adekuat

Hasil yang diharapkan:
- TTV stabil
- Pengisian kapiler cepat
- Haluaran urine adekuat

Mandiri:
1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.

2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.

3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis

4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.
5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada

6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien
7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis


- Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan kesempatan mencegah terjadinya komplikasi


- Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan : satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)

- Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama messase

- Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)

- Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

- Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikasi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar

- Meningkatkan relaksasi dapat menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik


2 . Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
DO:
- Penurunan pulsasi arteri,
- Ekstremitas dingin
- Perubahan tanda-tanda vital
- Pelambatan pengisian kapiler
- Penurunan produksi ASI
DS:
- Ibu mengatakan Asi sedikit
- Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin

Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria hasil :
· Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal
· Ekstremitas hangat
· Kapiler refill <> 35 tahun
§ Paritas > 3 kali
§ Inaktivitas
§ Kelahiran cesar
§ Diabetes mellitus

Baru
October 25, 2007 at 3:39 am (maternitas)
1. Pengertian :
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit seperti Appendisitis, Pielitis dan sebagainya.

2. Etiologi:
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan :
a. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda memimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik.
c. Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan.ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
d. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien.
3. Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama.
Pengaruh psikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.
Hiperemesis garavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping faktor hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang berat.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang. Natrium dan Khlorida darah turun, demikian pula Khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan.
4. Gejala Dan Tanda
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu :
1. Tingkatan I :
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah mengering dan mata cekung.
2. Tingkatan II :
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi.
Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3. Tingkatan III:
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala : nistagtnus dan diplopia. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati.
5. Penatalaksanaan
Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan pcnerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang flsiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, mengajurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.
1. Obat-obatan
Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan B6 Keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik sepeiti Disiklomin hidrokhloride atau Khlorpromasin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti Dramamin, Avomin
2. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Tidak diberikan makan/minuman setama 24 -28 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejaia-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
3. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
4. Cairan parenteral
Berikan cairan- parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan Glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu dapat ditambah Kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C. Bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena.
5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatri bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, tachikardi, ikterus anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.
6. Diet
a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa rod kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat - zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi linggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D.
c. Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.
7. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
2. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian Data Fokus
a. Aktifitas istirahat
Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
b. Integritas ego
Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
c. Eliminasi
Pcrubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis : peningkatan konsentrasi urine.
d. Makanan/cairan
Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan berat badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
e. Pernafasan
Frekuensi pernapasan meningkat.
f. Keamanan
Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma
g. Seksualitas
Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus terapeutik.
h. Interaksi sosial
Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung yang kurang.
i. Pembelajaran dan penyuluhan
- Segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi apalahi kalau belangsung sudah lama
- Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berast badan normal
- Turgor kulit, lidah kering
- Adanya aseton dalam urine
j. Pemeriksaan diagnostik
- USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
- Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
- Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan.
2. Deflsit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan psikologi kehamilan.
4. Activity intolerance berhubungan dengan kelemahan.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Batasi intake oral hingga muntah berhenti.
2. Berikan obat anti emetik yang diprogramkan dengan dosis rendah, misalnya Phenergan 10-20mg/i.v.
3. Pertahankan terapi cairan yang diprogramkan.
4. Catat intake dan output.
5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
6. Anjurkan untuk menghindari makanan yang berlemak
7. anjurkan untuk makan makanan selingan seperti biskuit, roti dan the (panas) hangat sebelum bagun tidur pada siang hari dan sebelum tidur
8. Catal intake TPN, jika intake oral tidak dapat diberikan dalam periode tertentu.
9. Inspeksi adanya iritasi atau Iesi pada mulut.
10. Kaji kebersihan oral dan personal hygiene serta penggunaan cairan pembersih mulut sesering mungkin.
11. Pantau kadar Hemoglobin dan Hemotokrit
12. Test urine terhadap aseton, albumin dan glukosa.
13. Ukur pembesaran uterus.
Rasional
1. Memelihara keseimbangan cairan elektfolit dan mencegah muntah selanjutnya.
2. Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit.
4. Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melului muntah.
5. Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh
6. dapat menstimulus mual dan muntah
7. Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual muntah yang berlebih
8. Untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi.
9. Untuk mengetahui integritas inukosa mulut.
10. Untuk mempertahankan integritas mukosa mulut.
11. Mengidenfifikasi adanya anemi dan potensial penurunan kapasitas pcmbawa oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb < 12 gr/dl atau kadar Ht < 37 % dipertimbangkan anemi pada trimester I.
12. Menetapkan data dasar ; dilakukan secara rutin untuk mendeteksi situasi potensial resiko tinggi seperti ketidakadekuatan asupan karbohidrat, Diabetik kcloasedosis dan Hipertensi karena kehamilan.
13. Malnutrisi ibu berdampak terhadap pertumbuhan janin dan memperberat penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran pcrkembangan janin dan kcmungkinan-kemungkinan lebih lanjut
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan frekuensi atau beratnya mual/muntah.
2. Tinjau ulang riwayat kemungkinah masalah medis lain (misalnya Ulkus peptikum, gastritis.
3. Kaji suhu badan dan turgor kulit, membran mukosa, TD, input/output dan berat jenis urine. Timbang BB klien dan bandingkan dengan standar.
4. Anjurkan peningkatan asupan minuman berkarbonat, makan sesering mungkin dengan jumlah sedikit. Makanan tinggi karbonat seperti : roti kering sebelum bangun dari tidur.
Rasional
1. Memberikan data berkenaan dengan semua kondisi. Peningkatan kadar hormon Korionik gonadotropin (HCG), perubahan metabolisme karbohidrat dan penurunan motilitas gastrik memperberat mual/muntah pada trimester
2. Membantu dalam mengenyampingkan penyebab lain untuk mengatasi masalah khusus dalam mengidentifikasi intervensi.
3. Sebagai indikator dalam membantu mengevaluasi tingkat atau kebutuhan hidrasi.
4. Membantu dalam meminimalkan mual/muntah dengan menurunkan keasaman lambung.
3. Cemas berhubungan dengan Koping tidak efektif; perubahan psikologi kehamilan
INTERVENSI RASIONAL
1. Kontrol lingkungan klien dan batasi pengunjung
2. Kaji tingkat fungsi psikologis klien
3. Berikan support psikologis
4. Berikan penguatan positif
5. Berikan pelayanan kesehatan yang maksimal
Rasional
1. Untuk mencegah dan mengurangi kecemasan
2. Untuk menjaga intergritas psikologis
3. Untuk menurunkan kecemasan dan membina rasa saling percaya
4. Untuk meringankan pengaruh psikologis akibat kehamilan
5. Penting untuk meningkatkan kesehatan mental klien
4. Activity intolerance berhubungan dengan kelemahan
INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan klien membatasi aktifitas dengan isrirahat yang cukup.
2. Anjurkan klien untuk menghindari mengangkat berat.
3. Bantu klien beraktifitas secara bertahap.
4. Anjurkan tirah baring yang dimodifikasi sesuai indikasi.
Rasional
1. Menghemat energi dan menghindari pengeluaran tenaga yang terus-menerus untuk meminimalkan kelelahan/kepekaan uterus.
2. Aktifitas yang ditoleransi sebelumnya mungkin tidak dimodifikasi untuk wanita beresiko.
3. Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma seita meringankan dalam memenuhi kebutuhannya.
4. Tingkat aktifitas mungkin periu dimodifikasi sesuai indikasi.
Post a Comment
Top of Form
Name (required)
E-mail (required)
URI
Bottom of Form
  •  
  •  
October 2007
M
T
W
T
F
S
S

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
26
27
28
29
30
31

  •  
Top of Form
Bottom of Form
  • Category Cloud
Blog at WordPress.com. · Theme: Thirteen by Beccary

Tidak ada komentar:

Posting Komentar